Pengisian Pj Bupati Dipastikan Bakal Jadi Konsumsi Kepentingan Politik

- 16 Maret 2023, 16:16 WIB
Direktur Murkais Crisis Center Cirebon,  Munangwar.
Direktur Murkais Crisis Center Cirebon, Munangwar. /IST/
KABARCIREBON- Akhir masa jabatan (AMJ) Bupati Cirebon yang dipastikan tahun ini menjadi pembahasan menarik karena kaitan pengisian dengan penjabat (Pj) bupati yang dinilai bakal menjadi konsumsi kepentingan politik. Baik dari partai penguasa ataupun partai koalisinya.
 
Hal itu menjadi analisa Direktur Murkais Crisis Center Cirebon,  Munangwar. Menurutnya,  untuk mengisi jabatan Pj menjelang AMJ bupati dan wakil bupati, semua eselon II di Kabupaten Cirebon berpeluang menjadi Pj. Termasuk, Kepala BKPSDM Hendra Nirmala. 
 
Menurutnya, di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sekda adalah jabatan karir tertinggi di ASN. Sementara masalah Pj bupati atau walikota atau gubernur adalah kewenangan pemerintah pusat. 
 
 
Kemudian kata Munangwar, di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, termasuk kewenangan urusan pemerintahan konkuren atau urusan pemerintahan pusat dan provinsi. 
 
"Artinya, terkait pengisian Pj nanti, pastinya ada kepentingan politik rezim dan kepentingan parpol koalisi pendukung rezim yang lagi Berkuasa. Powertend to Corrupt Absolutelly  to Corrupst (kekuasaan itu cenderung Korup)," kata Munangwar, Kamis (16/3/2023).
 
Mantan Kabag Organisasi Setda ini meyakini, tidak menutup kemungkinan akan ada negosiasi antar partai pengusung bupati yang AMJ-nya berakhir dengan partai lainnya di parlemen. 
 
 
"Karena kekuasaan itu begitu menggoda. Menggiurkan. Manis. Kepentingan politik itu pasti ada. Namanya koalisi," ungkapnya. 
 
Munangwar juga menjelaskan, secara etimologis asal usul kata koalisi adalah koo atau kerja sama. Si sendiri diambil dari kata krasi yang berarti kekuasaan. 
 
"Jadi kekuasaan politik itu ibarat minum anggur. Anggur gelas pertama yang diminum hanya untuk menghangatkan badan saja dan gelas-gelas berikutnya yang diminum menjadi candu. Maka, kesimpulannya, jabatan itu adalah candu. Candu kekuasaan," ungkapnya. 
 
 
Ia juga menyampaikan, kepala daerah adalah jabatan politik, penjabat negara, pejabat publik. Jika dilihat dari situasi dan kondisi demisioner, otomatis ada kepentingan politik. Faktanya, Pemilu dan Pilkada serentak, meskipun belum habis masa jabatannya.
 
"Apalagi dalam konteks ini ada kesepahaman penyelenggara antara KPU pusat dengan Kemendagri. Walaupun surat Kemendagri itu belum turun," katanya.
 
Sementara itu, Kabag Pemerintahan Setda Kabupaten Cirebon, Yadi Wikarsa mengaku, pihaknya telah mengetahui terkait AMJ seluruh kepala daerah yang berakhir di 2023. Lahirnya keputusan itu berdasarkan kesepakatan antara KPU RI dengan Kemendagri. 
 
 
Di awal pegangan KPU berdasarkan perspektif UU  Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Artinya, disesuaikan dengan kondisi eksisting pilkada sebelumnya. Sementara Kemendagri mengacu berdasarkan SK pelantikan. 
 
"Namun, ada sebuah dinamika yang mengisyaratkan dan memiliki kesamaan persepsi antara Kemendagri dan KPU yakni, mengacu UU Pilkada," kata Yadi.
 
Ia mengaku, poin-poin yang disampaikan DPRD di media itu benar. Tetapi, semua pemerintah daerah yang melaksanakan pilkada serentak di 2024 tetap menunggu peraturan baru terkait dengan AMJ kepala daerah. 
 
 
"Aturan terbarunya belum muncul. Kurang lebihnya poin-poinnya seperti itu. Dan aturan yang akan dibuat nanti berkaitan dengan penegasan AMJ seluruh kepala daerah yang akan melaksanakan pilkada 2024," ungkap Yadi. 
 
Termasuk kompensasi kaitan dengan sisa AMJ, bahwa kepala daerah dapat kompensasi gaji pokok, dari sisa masa jabatan. Dan seluruh hak kepala daerah diberikan. Termasuk Cirebon. 
 
"Salah satu poin yang akan dituangkan,  itu menurut informasi dari teman-teman Biro Pemerintahan Pemprov Jabar, bahwa salary kepala daerah diberikan sesungguhnya," ujar Yadi.(Ismail)

Editor: Fanny Crisna Matahari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x