Hikmah Dibalik Musibah

26 Januari 2021, 23:18 WIB
Dedy Sutrisno Ahmad Sholeh

Oleh Dedy Sutrisno Ahmad Sholeh

(Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

BEBAS lepas dalam ingatan kita, bertubi-tubi kejadian mengingatkan dan menghampiri kita. Mulai jatuhnya pesawat Sriwijaya air di kepulauan seribu, wafatnya ulama kharismatik Syekh Ali Jaber dan ulama lainnya, ditambah musibah longsor dan gempa bumi. Bahkan akhir akhir ini sering kita saksikan di berbagai media ataupun menyaksikan dan mengalami langsung kejadian berupa banjir dan bencana alam.   

  Allah Swt. mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi yang diberi tugas untuk memelihara dan melestarikan alam ini, sehingga akan tercapai kemakmuran dan kebahagiaan bagi umat manusia itu sendiri. Dalam ajaran Islam, manusia dilarang merusak alam dan lingkungannya karena akan berakibat merugikan bagi umat manusia itu sendiri serta alam dan lingkungannya.

  Kita semua bisa belajar dari musibah, terutama yang berkaitan dengan bencana alam, dengan mengacu kepada Alquran surat Ar Rum ayat 41. Pertama: Telah nampak kerusakan, yaitu bahwa kerusakan-kerusakan yang menimpa kehidupan manusia benar-benar telah terjadi dengan jelas dan bisa disaksikan secara langsung oleh semua lapisan masyarakat. Kerusakan tersebut mencakup kerusakan non fisik seperti kerusakan akhlaq, perilaku dan moral. Begitu juga mencakup kerusakan fisik; seperti bencana alam, menyebarnya berbagai macam penyakit, kerusakan ekosistem dan kerusakan infrastruktur.

  Itu semua terjadi akibat perbuatan manusia yang durhaka kepada Allah Swt., mereka berbuat syirik, menyembah selain Allah dan terus menerus bermaksiat. Perbuatan syirik dan maksiat adalah sumber segala bentuk kerusakan yang terjadi di muka bumi ini. Kedua hal tersebutlah yang mendorong manusia untuk membuat kerusakan-kerusakan di muka bumi ini. 

Kedua, akibat perbuatan tangan manusia. Artinya kerusakan-kerusakan dan bencana-bencana alam yang terjadi bukanlah datang dari Allah Swt. secara langsung agar manusia menjadi menderita dan binasa, tetapi yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan munculnya bencana adalah manusia itu sendiri, karena Allah tidaklah mendhalimi manusia sedikitpun, tetapi manusia sendirilah yang mendhalimi diri mereka sendiri.

  Manusialah yang merusak hutan-hutan dengan menebang pohon-pohonnya dan membakarnya, manusialah yang merubah tanah-tanah yang subur menjadi apartemen-apartemen dan pusat-pusat perbelanjaan. Hal itu diperparah dengan sampah-sampah yang dibuang di sungai-sungai, sehingga terjadilah banjir di mana-mana. 

  Ketiga, agar Allah Swt. merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka. Artinya bahwa kerusakan-kerusakan dan musibah-musibah yang terjadi terus-menerus itu merupakan  adzab Allah yang ditimpakan kepada manusia karena perbuatan mereka yang bermaksiat kepada Allah. Inilah yang disebut oleh para ulama sebagai “Al- Jaza’ Min Jinsi Al-Amal “ (balasan itu sesuai dengan perbuatan). Manusia yang merusak, maka manusialah yang menanggung akibat perbuatannya sendiri.

  Yang perlu diingat, bahwa Allah Swt. menimpakan musibah kepada manusia akibat “sebagian“ perbuatan manusia. Jadi Allah hanya membalas sebagian perbuatan maksiat manusia. Ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada manusia.  Sifat Allah ini lebih mendominasi dari sifat Adil.  Kalau Allah menghukum manusia sesuai dengan kadar maksiatnya, maka niscaya manusia akan binasa semuanya dan dunia ini  akan hancur lebur. 

  Keempat, agar mereka kembali, yaitu  ketika Allah menimpakan musibah, bencana dan penyakit kepada manusia di dalam kehidupan dunia ini tidaklah bertujuan agar manusia menjadi sengsara, tetapi agar manusia mengambil pelajaran dari musibah tersebut dan kembali kepada ajaran Allah, agar manusia menyadari bahwa hidup yang dipenuhi dengan dosa dan maksiat akan membawa malapetaka, musibah, muculnya berbagai macam penyakit dan kerusakan dimana-mana. 

Sebab utama terjadinya kerusakan di muka bumi adalah perbuatan maksiat dengan segala bentuknya, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki kerusakan tersebut adalah dengan bertobat dengan taubatanasuha dan kembali kepada Allah. Karena taubatanasuha akan menghilangkan semua pengaruh buruk perbuatan dosa yang pernah dilakukan.

  Dalam salah satu kesempatan, sahabat yang mulia, Umar bin Khattab ra. pernah mengucapkan dalam doanya: “Ya Allah, sesungguhnya tidak akan terjadi suatu malapetaka kecuali dengan (sebab) perbuatan dosa, dan tidak akan hilang malapetaka tersebut kecuali dengan taubat (yang sungguh-sungguh)…”.

  Dengan kembali kepada petunjuk Allah Swt. dan Rasulullah Saw.Dengan mempelajari, memahami dan mengamalkannya adalah solusi untuk menghilangkan kerusakan di muka bumi dalam segala bentuknya, bahkan menggantikan kerusakan tersebut dengan kebaikan, kemaslahatan dan kesejahteraan. Karena memang agama Islam disyariatkan oleh Allah untuk kebaikan dan kemaslahan hidup manusia. 

  Namun sebaliknya bahwa hidup yang diisi dengan ketaatan akan mendatangkan berkah, perbaikan-perbaikan, kesehatan jasmani ruhani dan kebahagian dunia akhirat. Oleh karenanya, kita semua berharap mudah-mudahan musibah-musibah yang terjadi di sekeliling kita bisa kita ambil hikmahnya, dengan menggerakkan hati dan jiwa kita untuk kembali kepada ajaran Allah dengan memperbaharui tauhid dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Allahu a’lam bisshawab. ***

Editor: Dodi Kabar Cirebon

Terkini

Terpopuler