Wajah-wajah Sumringah Menghiasi Perayaan Imlek, Shio Macan Air, Emosi Harus Terkendali

1 Februari 2022, 21:45 WIB
WARGA Tionghoa Cirebon melakukan sembahyang di Klenteng Welas Asih, Kota Cirebon, Selasa (1/2/2022).* Fanny/KC

CIREBON, (KC Online).-

Warga Tionghoa Cirebon menyambut Imlek tahun ini dengan suka cita. Meski masih dibatasi karena dalam suasana wabah Covid-19, rasa suka cita itu tergambar dari wajah-wajah sumringah yang menghiasi saat mendatangi sejumlah klenteng untuk melakukan sembahyang.

Salah satunya di klenteng Welas Asih yang terletak di Jalan Kantor, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Pihak klenteng melakukan protokol kesehatan saat warga Tionghoa datang untuk melakukan penghormatan kepada leluhur.

“Jalan masuk dan keluar itu berbeda, jadi alurnya masuk dari pintu utama kemudian keluar dari pintu samping, sehingga tidak berjejalan di ruang sembahyang,” ujar Pengurus Klenteng Welas Asih Bagian Kerohanian, Romo Djunawi, Selasa (1/2/2022).

Di dalam klenteng terdapat beberapa ruang untuk sembahyang, sehingga masing-masing  warga Tionghoa bisa leluasa melakukan penghormatan terhadap leluhurnya. Diiringi musik khas Tionghoa, suasana Imlek di klenteng ini terasa syahdu. Asap hio terasa menusuk mata, namun warga Tionghoa terlihat khusuk saat sembahyang.

Imlek tahun ini memiliki simbol shio macan air. Menurut Romo Djunawi, shio ini berarti memiliki arti kesehatan, keberanian dan kepemimpinan. “Macan itu adalah raja hutan, kaitannya dengan emosi tinggi harus dikendalikan, jangan sampai emosi dibiarkan tanpa kendali, supaya tenteram damai,” ungkapnya.

Di halaman klenteng terdapat ratusan lilin yang dibawa oleh masing-masing warga Tionghoa yang sembahyang di klenteng ini. Sejumlah pengurus klenteng ditugaskan khusus untuk menjaga api ratusan lilin ini. Ada yang baru dinyalakan saat salah satu warga Tionghoa datang, namun ada juga lilin yang dikecilkan apinya. Hingga perayaan Cap Go Meh yang akan datang beberapa minggu lagi, lilin-lilin ini akan terus dinyalakan.

Umumnya, kembang api, petasan, dan lilin dinyalakan menjelang pergantian tahun baru China atau saat malam Imlek. Nyaris semua tempat ibadah agama Budha dan Konghucu menyalakan lilin menjelang Imlek. Namun, lain halnya dengan kembang api dan petasan, sebab tak semua tempat menyalakannya.

Di Kota Cirebon, menyalakan kembang api dan petasan menjelang pergantian tahun baru juga kerap digelar di Klenteng Talang. Atraksi kembang api warna warni dan petasan di Klenteng Talang seringkali mengundang antusiasme warga dari berbagai penjuru.

Sayang, pandemi Covid-19 membuat kebiasaan itu tak lagi dilakukan. Selain kembang api dan petasan, Klenteng Talang  juga menyalakan lilin beraneka ukuran. "Lilin - lilin itu tidak pernah mati hingga Cap Go Meh atau hari ke-15 setelah Imlek," kata pemerhati budaya Tionghoa di Cirebon, Jeremy Huang Wijaya.

Menyalakan lilin dan kembang api, lanjutnya, sudah menjadi salah satu tradisi Imlek. Menurut Jeremy Huang, keberadaan lilin dan kembang api yang dinyalakan menjelang Imlek tak lepas dari sebuah pepatah China.

"Yòng àixīn diǎn liàng shēngmìng jìngwèi shàngdì, zūnxíng shàngdì de jiè mìng (用爱心点亮生命敬畏上帝,遵行上帝的诫命). Artinya, terangi kehidupan dengan amal dan takutlah akan Tuhan, ikutilah perintah Tuhan," paparnya.

Konon, lanjutnya, menurut sebuah cerita rakyat kuno ada binatang mengerikan yang disebut Nian. Nian selalu menakut-nakuti penduduk desa ketika Imlek. Binatang ini dipercaya memiliki kepala seperti singa, tapi bertanduk tajam yang digunakan untuk menyerang mangsa. Nian hidup di hutan belantara, bawah laut, atau, pegunungan dan akan keluar ketika tengah malam untuk memangsa penduduk desa, terutama anak-anak.

"Penduduk desa pun akan bersembunyi dan melarikan diri sebelum matahari terbenam untuk menghindari Nian," sambung Jeremy Huang.

Suatu saat, seorang lelaki tua berambut perak datang kepada penduduk desa dan berjanji akan mengusir Nian selamanya. Saat malam tiba, lelaki tua itu mengenakan pakaian merah, menyalakan lilin, dan menembakkan bambu sebagai bentuk awal petasan, untuk menakuti Nian. Upaya itu berhasil dan menggembirakan penduduk desa.

Karena trik lelaki tua itulah, penduduk desa lantas mengetahui senjata rahasia untuk mengalahkan Nian, yaitu dengan warna merah, lampu terang dan suara keras.

"Jadi, menyalakan kembang api dan petasan di malam Imlek mengandung makna memberikan cahaya dan kegembiraan di malam pergantian tahun baru," terang Jeremy Huang.(Fanny)

Editor: Ajay Kabar Cirebon

Terkini

Terpopuler