Wakil Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin Menilai Putusan PN Jakpus Agak Aneh, Janggal dan Tidak Lazim

4 Maret 2023, 07:00 WIB
Anggota DPR RI, Yanuar Prihatin /Iyan Irwandi/KC/

KABARCIREBON - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst menghukum tergugat komisi pemilihan umum (KPU) menimbulkan kontroversi.

Karena penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) harus kembali dari awal melaksanakan semua tahapan pesta demokrasi dengan waktu kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Padahal sebelumnya sudah dipersiapkan secara matang untuk dihelat tanggal 14 Februari 2024.

Baca Juga: Cocoknya Apa untuk Branding Kabupaten Kuningan, Ini Kata Anggota DPR RI

"Putusan PN Jakpus ini agak aneh, janggal dan tidak lazim," kata Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Yanuar Prihatin, Jumat 3 Maret 2023.

Menurutnya, PN Jakpus telah bertindak melampaui batas kewenangannya dan terkesan sangat dipaksakan.

Jika pengadilan paham hukum pemilu, maka gugatan Partai Prima semestinya ditolak. Anehnya diterima sekaligus dikabulkan tuntutannya.

Baca Juga: Debat di Dewan Hanya Meributkan Uang yang Sudah Ada

Coba saja bayangkan, Partai Prima dirugikan karena tidak lolos verifikasi sebagai peserta pemilu tahun 2024.

Namun tuntutannya malah meminta penundaan tahapan pemilu sehingga berakibat pada penundaan pemilu hingga Juli tahun 2025.

"Logikanya, yang dituntut seharusnya masalah pembatalan keputusan KPU yang tidak meloloskan Partai Prima sebagai peserta pemilu, bukan malah seperti sekarang," ucapnya.

Baca Juga: Ratusan Orang Mengerubungi Menpaekraf, Sandiaga Uno Bongkar Rahasia Sukses

Dengan terbitnya putusan PN Jakpus tersebut, bukan hanya mengacaukan sistem pengambilan keputusan persoalan yang berkaitan dengan seluk-beluk pemilu.

Namun makin membuat keadaan lebih tidak terkendali. Seakan tidak ada lagi kepastian hukum dan hubungan kewenangan antar institusi di negara ini. Semua lembaga bisa semau-maunya bikin putusan.

Menurutnya, sengketa tentang verifikasi partai politik (Parpol) semestinya melalui jalur penyelesaian melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Baca Juga: Ada 3 Isu Paling Hot Terjadi di Kabupaten Kuningan

Begitu pula yang berhubungan dengan etika, diselesaikannya di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

"Tak ada satu pun perintah dalam undang-undang yang memberi kewenangan kepada pengadilan untuk memutus perkara perselisihan verifikasi parpol," ujarnya.

Suasana kacau seperti sekarang ini, semakin membenarkan asumsi publik bahwa masih saja ada kekuatan yang menghendaki pemilu tahun 2024 ditunda.

Baca Juga: Total Bonus Porprov Kuningan Hanya Mampu Rp2,9 Miliar, Sekretaris KONI: Besaran Peraih Emas Rp50 Juta

Kekuatan tersebut tidak berhenti mencari celah agar dilakukan penundaan pemilu tahun 2024.

Karena setelah Mahkamah Konstitusi (MK) dilibatkan, kini pengadilan disinyalir diajak ikutserta dalam persekongkolan yang pintu masuknya lewat parpol tidak lolos verifikasi.

Dugaan 'kejahatan hukum' tersebut telah membuat DPR kehilangan kendali atas kewenangannya. Karena ini semacam proses alienasi lembaga legislatif untuk tidak ikut campur. Bahkan parpol koalisi pemerintah juga dibikin tak berkutik.

"Saya tidak tahu, nanti siapa lagi yang akan 'dipaksa' masuk dalam korporasi penundaan pemilu," tutur anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Politisi senior tersebut mempertanyakan. Apakah dibenarkan putusan PN melampaui kewenangan undang-undang?.

Sedangkan yang namanya aturan penyelenggaraan pemilu termasuk penundaan pemilu merupakan domain undang-undang.

Dan kewenangan membuat undang-undang itu sendiri dipegang oleh DPR dan pemerintah. (Iyan Irwandi/KC) ***

Editor: Iyan Irwandi

Tags

Terkini

Terpopuler