Wartawan Hebat Harus Spesialis di Bidang Liputannya

24 Februari 2022, 00:29 WIB

CIREBON, (KC Online).-

Menjadi wartawan luar biasa (extraodinary) karyanya harus hebat, baik dari segi kualitas maupun jumlahnya itu sendiri. Semua itu dapat terwujud jika jurnalis tersebut mau bekerja ekstra keras, mau belajar, dan harus menjadi spesialis pada bidang liputan tertentu.

Penegasan itu disampaikan salah seorang mentor Fellowship Jurnalisme Pendidikan, Mohammad Nasir saat menjadi narasumber pada Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 4 yang digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) melalui aplikasi Zoom, Rabu (23/2/2022).

Menurut dia, ketika menyandang predikat sebagai wartawan spesialis pendidikan misalnya, tak menjadi persoalan beralih ke liputan yang lain, jika mendapatkan tugas dari redaksi. Namun hal itu harus dijadikan sebagai selingan dan tidak meninggalkan spesialisasi yang menjadi minatnya. Agar menjadi wartawan yang tidak sekedar spesialis, tetapi spesialis yang militan, dan extraordinary.

Di samping itu, lanjut wartawan Kompas 1989-2018 ini, wartawan yang sukses juga diperlukan kemampuan membangun jejaring yang luas.Jejaring yang dimaksud adalah nama-nama narasumber berita atau daftar relasi yang bisa diwawancarai kapan pun.

"Semakin banyak narasumber dalam sebuah berita, semakin bagus. Minimalnya tiga narasumber dan narasumbernya harus berganti-ganti tidak berulang-ulang atau orangnya itu-itu saja dalam seminggu saja,"katanya.

Hal senada diungkapkan Frans Surdiasis, mentor GWPP. Menurut dia, isu dan pemberitaan dunia pendidikan di media massa sudah selayaknya mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan isu-isu lainnya. Hal ini harus dilakukan wartawan peduli pendidikan, untuk menjadi motor penggerak opini publik dengan cara menyajikan berita dunia pendidikan secara intens serta berkelanjutan.

Dijelaskan dia, ada dua level yang bisa dapat di tempuh sebagai awak media untuk mendorong isu pendidikan menjadi lebih luas dan seksi. Pertama level mikro melingkupi ruang kebijakan editorial berita. Kedua, level makro di mana isu pendidikan harus menjadi perbincangan yang luas dan serius. Tentunya publik yang membaca dapat teredukasi dan diharapkan ini menjadi upaya mencerdaskan anak bangsa.

Mentor lainnya, Haryo mengungkapkan, persoalan lainnya terkait tantangan mengenai perkembangan informasi pada era digitalisasi sekarang ini, yaitu banyak pengguna media sosial yang mungkin mempunyai jumlah viewer yang banyak.

"Media sosial itu tidak mempunyai kode etik jurnalistik, pengguna tidak dilindungi undang-undang, selain itu pengguna media sosial juga belum memegang syarat uji kompeten seperti yang dimiliki wartawan," ujarnya.

Ia berpesan, di sinilah peran kita sebagai wartawan mencerdaskan publik terhadap banyaknya informasi di era digitalisasi. Terutama lebih mencerdaskan publik dengan pemberitaan pendidikan yang tentunya dapat mencerdaskan pola pikir putra-putri bangsa.(Jejep)

Editor: Fani Kabar Cirebon

Tags

Terkini

Terpopuler