Gara-gara Mengalami Kerugian, Pemilik Penggilingan Gabah Berhenti Operasi

12 Februari 2023, 21:55 WIB
PENGGILINGAN Beras /UPGB/

KABARCIREBON - Sejumlah pemilik penggilingan gabah di Kecamatan Jatitujuh memilih berhenti beroperasi karena harga gabah yang terus melonjak, tidak sebanding dengan harga penjualan beras.

Akibatnya sebagian pemilik penggilingan ketika memiliki gabah memilih menjual gabah dan memperoleh laba dari harga gabah.

Surana dan Rasita, pemilik penggilingan gabah di Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh mengungkapkan, harga gabah per kuintal saat ini di wilayahnya telah mencapai Rp 750.000, sedangkan harga beras di tingkat penggilingan hanya mencapai Rp 13.000 per kg. Jika dipaksakan menggiling dan menjualnya ke pasaran, pemilik penggilingan malah merugi.

Baca Juga: Terkendala Jarak Domisili, Orang Tua Keluhkan Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru

“Di wilayah saya gabah sudah mahal, kalau di tempat lain masih Rp 700.000, dari pada rugi mending berhenti operasi,” ungkap Surana, Minggu (12/2/2023).

Menurutnya jika harga gabah Rp 750.000 per kuintal setelah digiling hanya akan mendapatkan uang sebesar Rp 780.000. Karena harga beras hanya mencapai Rp 13.000 per kg. Perhitungan tersebut karena dari 1 kuintal gabah hanya diperleh sekitar 60 kg beras, itu pun jika kondisi gabah bagus, karena seringnya banyak gabah hampa serta kotoran yang masih banyak.

“Dari 1 kuintal gabah diperoleh beras 60 kg itu sudah bagus, paling bagus bisa mencapai 65 kg. Tapi kebanyakan hanya diperoleh sekitar 58-59 kg jika petaninya yang kurang baik, karena kondisi gabah bisa kotor banyak sampahnya,” ungkapnya lagi.

Baca Juga: Demi Menghidupi Kedua Cucu, Sumi Rela Berjualan Keliling Kampung

Menurut Rastia, untuk sementara dia berhenti memasok beras ke pedagang walaupun risiko kehilangan pelanggan untuk sementara. Sejumlah penjual beras telah diputus dan baru akan dikirim kembali setelah adanya pasokan gabah dengan harga yang wajar.

“Sekarang terkadang saya mencari beras dari pihak lain untuk memasok ke pedagang menjaga terputusnya langganan, sebagian lagi diputus sementara karena barang tidak ada. Disiasati dengan pengiriman bergilir setiap dua minggu sekali,” ungkap Rastia yang berupaya mencari beras ke Cianjur dan Sukabumi.

Menurutnya, jika dipaksakan menggiling gabah dengan harga beli Rp 750.000 per kuintal dan harga jual hanya Rp 13.000 per kg, hanya memperoleh uang sebesar Rp 780.000. Padahal pihaknya harus membeli solar, ongkos kerja dua orang dengan upah masing-masing Rp 100.000 belum ditambah makan dan kopi serta lainnya.

Baca Juga: DPRD Batal Bentuk Pansus Pemekaran Cirebon Timur

“Masih mending jika gilingan banyak, kalau hanya 3 sampai 6 ton, kemudian masih siang pekerjaan sudah selesai, sementara upah kerja tetap sama, pembelian solar juga tetap sama, ongkos angkut untuk pengiriman beras juga demikian. Jadi kalau diitung kerugiannya lebih besar,” sebut Rastia.

Dia mengaku baru akan beroperasi lagi ketika di wilayahnya sudah memasuki musim panen yang diperkirakan sekitar tiga mingguan lagi. Setelah musim panen, diperkirakan gabah akan melimpah karena akan banyak petani yang menjual gabahnya begitu panen.

Karena ada kebiasaan petani di wilayah Jatitujuh, begitu panen rendeng semua gabah dijual, hanya disisakan untuk makan selama belum musim panen kedua.

Baca Juga: Sutardi Deklarasi Maju di Pencalonan Ketua KONI

Petani baru akan menyimpan gabahnya hasil panen MT II. Alasanya tidak ada tempat penyimpanan serta sulit menjemur karena musim penghujan.(Tati/KC)

 

Editor: Epih Pahlapi

Tags

Terkini

Terpopuler