Petani Mengeluh, Pupuk Bersubsidi tak Boleh Dibeli

- 23 Desember 2020, 21:52 WIB
KADMERI (46 tahun), petani asal di Desa Palir, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon tengah memperlihatkan pupuk non-subsidi yang telah dibelinya, belum lama ini. Ia bersama petani lain di desanya mengeluh, karena pupuk bersubsidi yang tersedia di kios-kios pertanian tidak boleh dibeli. Ist/KC Online*
KADMERI (46 tahun), petani asal di Desa Palir, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon tengah memperlihatkan pupuk non-subsidi yang telah dibelinya, belum lama ini. Ia bersama petani lain di desanya mengeluh, karena pupuk bersubsidi yang tersedia di kios-kios pertanian tidak boleh dibeli. Ist/KC Online*

SUMBER, (KC).-
Para petani di Desa Palir, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon mengeluh. Mereka, tidak boleh membeli pupuk bersubsidi, meskipun sudah mendaftar untuk mendapatkan kartu tani kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di wilayah setempat. Dan PPL enggan menandatangani formulir 1 sebagai pengganti kartu tani.
Menurut salah seorang petani desa setempat, Kadmeri (46 tahun), dirinya tidak boleh membeli pupuk urea bersubsidi yang tersedia di salah satu kios atau agen pupuk dan obat-obatan pertanian di Blok Truag, Desa Dawuan, Kecamatan Tengahtani.
"Ketika saya hendak membeli pupuk di kios itu, penjual atau pemilik kios tidak memperbolehkan membeli pupuk bersubsidi tersebut lantaran belum mendapat persetujuan dari PPL. Sebab, karena kartunya belum aktif, sehingga belum bisa digunakan," kata Kadmeri, Rabu (23/12/2020).
Ia dengan terpaksa harus rela merogoh kantong lebih dalam untuk membeli pupuk non-subsidi. Karena, harga pupuk non-subsidi bermerek Nitrea jauh lebih mahal, yakni seharga Rp 320 ribu per 50 kg. Sedangkan, pupuk bersubsidi bermerek urea yang biasa ia beli hanya dibandrol seharga Rp 90 ribuan per 50 kilogram.
“Iya ini musim tanam, kebutuhan pupuk tidak beres. Pupuknya disuruh belinya yang mahal. Saya jadi petani kan hancur model begini, harga jual gabahnya tidak seberapa,” ungkap Kadmeri.
Ia mengaku, dirinya memiliki lahan garap sawah seluas 2 bau atau 1,5 hektare. Sehingga, membutuhkan pupuk urea sebanyak 4 kwintal per musimnya. Menurutnya, meski harganya berbanding jauh, akan tetapi kualitas antara pupuk non-subsidi dengan pupuk bersubsidi tidak jauh berbeda.
“Kalau pakainya empat kwintal kan berapa? Kalau tiga saja kan sudah kelihatan, Rp 320 ribu kali tiga sama ongkos kan sudah satu juta. Kalau pupuk subsidi kan bisa dapat banyak, nah pupuk ini cuma dapat tiga saja harga segitu tuh,” kata Kadmeri.
Ia berharap, pemerintah bisa memberi solusi terhadap keluhan para petani di desanya. Yakni dengan mengizinkan para petani membeli pupuk bersubsidi.
Menurut Kasie Ekbang Desa Palir, Ali Sa'i, awalnya Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK) di Kecamatan Tengahtani masih mencukupi. Artinya masih memiliki stok pupuk bersubsidi untuk akhir masa tanam.
Namun, para petani di desanya tidak bisa membeli pupuk tersebut. Padahal, pihak kios penyedia pupuk sudah menyarankan bisa membeli dengan syarat menggunakan formulir 1 dan hanya meminta persetujuan dari PPL setempat, ketika kartu tani belum bisa digunakan.
“Kebetulan kata yang jual pupuknya, yang di Gunatani tuh silakan pakai form (formulir, red.-) 1 tuh boleh. Silakan minta tandatangan ke PPL-nya, sedangkan PPL-nya tidak mau tandatangan. Jadi gimana mau beli pupuknya petani?” kata Ali.
Alasannya, lanjut Ali, petugas PPL tersebut takut berurusan dengan hukum atau dipenjara bilamana menandatangani formulir 1 tersebut. Ia pun mengaku heran dengan sikap PPL setempat. Padahal sudah ada permintaan dari pihak kios yang diperbolehkan menggunakan formulir 1 tersebut.
Ia menjelaskan, luas lahan pertanian di Desa Palir seluas 55 hektare, sehingga membutuhkan pupuk kurang lebih sebanyak 247,5 kwintal. Sebab, setiap hektarnya membutuhkan sebanyak 4,5 kwintal. Namun, keluhan para petani di desanya, baru dirasakan sekarang ini. Karena sebelum-sebelumnya tidak pernah terjadi.(Ismail/KC)

Editor: Alif Kabar Cirebon


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x