Imlek tahun ini memiliki simbol shio macan air. Menurut Romo Djunawi, shio ini berarti memiliki arti kesehatan, keberanian dan kepemimpinan. “Macan itu adalah raja hutan, kaitannya dengan emosi tinggi harus dikendalikan, jangan sampai emosi dibiarkan tanpa kendali, supaya tenteram damai,” ungkapnya.
Di halaman klenteng terdapat ratusan lilin yang dibawa oleh masing-masing warga Tionghoa yang sembahyang di klenteng ini. Sejumlah pengurus klenteng ditugaskan khusus untuk menjaga api ratusan lilin ini. Ada yang baru dinyalakan saat salah satu warga Tionghoa datang, namun ada juga lilin yang dikecilkan apinya. Hingga perayaan Cap Go Meh yang akan datang beberapa minggu lagi, lilin-lilin ini akan terus dinyalakan.
Umumnya, kembang api, petasan, dan lilin dinyalakan menjelang pergantian tahun baru China atau saat malam Imlek. Nyaris semua tempat ibadah agama Budha dan Konghucu menyalakan lilin menjelang Imlek. Namun, lain halnya dengan kembang api dan petasan, sebab tak semua tempat menyalakannya.
Di Kota Cirebon, menyalakan kembang api dan petasan menjelang pergantian tahun baru juga kerap digelar di Klenteng Talang. Atraksi kembang api warna warni dan petasan di Klenteng Talang seringkali mengundang antusiasme warga dari berbagai penjuru.
Sayang, pandemi Covid-19 membuat kebiasaan itu tak lagi dilakukan. Selain kembang api dan petasan, Klenteng Talang juga menyalakan lilin beraneka ukuran. "Lilin - lilin itu tidak pernah mati hingga Cap Go Meh atau hari ke-15 setelah Imlek," kata pemerhati budaya Tionghoa di Cirebon, Jeremy Huang Wijaya.