Kisah Nabi Muhammad SAW Bagian 3, Wafatnya Hasyim dan Lahirnya Syaibah, Tiba di Mekkah Disebut Abdul Muthalib

- 1 Februari 2023, 21:42 WIB
Ilustrasi Kisah Nabi Bagian 3, Wafatnya Hasyim dan lahirnya Abdul Mutholib, kakek Nabi Muhammad SAW.
Ilustrasi Kisah Nabi Bagian 3, Wafatnya Hasyim dan lahirnya Abdul Mutholib, kakek Nabi Muhammad SAW. /screenshot youtube/

KABARCIREBON - Di masa jahiliyah, mencuri dan merampok adalah hal biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang tidak pernah melakukannya.

Perampok bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi juga menculik manusianya. Manusia yang diculik, oleh perampok dijadikan sebagai tawanan dan budak belian.

Perilaku Bangsa Arab di era jahiliyah amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-anak perempuan kerap menjadi korban.

Baca Juga: Kisah Sufi, Dzun Nun Al-Mishri Uji Kesholehan Santri Melalui Tutup Nampan

Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah, ada pula yang ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika mempunyai anak perempuan.

Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta di atas kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati.

Mereka beranggapan unta itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.

Baca Juga: Imam Jalaluddin As Suyuthi Lahir di Bulan Rajab, Ini Biografinya

Lalu, musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada seekor kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati terseret-seret.

Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkoraknya dijadikan tempat minum arak.

Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun. Mereka biasa berkeliling Ka’bah tanpa memakai pakaian. Begitulah kebiasaan orang-orang Arab di masa jahiliyah.

Baca Juga: Kisah Sandal Nabi Muhammad SAW Dalam Peristiwa Isra Miraj

Mereka memang bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat obat, ahli astronomi, serta mahir bersyair. Namun, mereka juga mempunyai kebiasaan buruk.

Memakan Bangkai Binatang

Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh dimakan.

Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka juga suka meminum darah binatang, dan makanan darah yang dibekukan.

Kisah Muthalib

Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian hari disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.

Baca Juga: Mengenal Mbah Kuwu Cirebon, Lahir dengan Nama Walangsungsang Populer dengan Sebutan Cakrabuana

“Siapakah wanita itu?” tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib.

“Dia adalah Salma binti Amr.”

“Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda.”

Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah. Hasyim tinggal di Yatsrib beberapa lama.

Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan perniagaannya. Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya. Karena, Hasyim tidak pernah kembali lagi. Ia meninggal dunia di Palestina.

Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu, sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik Hasyim yang bernama Al Muthalib.

Baca Juga: Akhlak Wali, Tersenyum Meski Tangan Terjepit Pintu Mobil Hingga Bagikan Uang Miliaran ke Duafa Tanpa Sisa

Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang Quraisy menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan.

Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang tumbuh remaja.

“Aku harus menemuinya,” pikir Al Muthalib.
“Dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang untuk melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku.”

Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak. “Anak ini benar-benar mirip Hasyim.”

“Mari Nak, ikut paman ke Mekah,” peluk Al Muthalib.

Baca Juga: Firasat Orang Beriman Jangan Dianggap Sepele, Renungi Hadis Ini dan Simak Kisah Khalifah Umar Bin Khattab

“Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini,” jawab Syaibah

Syaibah

Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain Syaibah, Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.

Abdul Muthalib

“Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi” jawab Salma.

“Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah ayahnya”.

“Aku juga menyayangi Hasyim”, jawab Al Muthalib.

Baca Juga: Keajaiban Air Zamzam, Per Menit Pancarkan 660 Liter Air

“Bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan senang sekali menyambut kedatangan putra Hasyim,".

"Begitu melihat wajah anak ini, rasa sayangku timbul kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di hadapanku,".

"Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya, Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Mekah adalah tanah suci yang di cintai oleh seluruh bangsa Arab. Tidakkah pantas putramu pergi ke sana dan melanjutkan pemerintahan ayahnya?”.

Salma memandang Syaibah dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ingin agar putra satu-satunya itu tetap tinggal di sisinya.

Baca Juga: Alqur'an Terbuat dari Kulit Kayu Berusia 370 Tahun Tersimpan di Majalengka, Dibuat Sekitar Tahun 1680 M

Namun, ia tahu masa depan Syaibah bukan di Yatsrib, melainkan di Mekkah. Akhirnya, ia pun mengangguk. “Baiklah, kuizinkan ia pergi.”

Dengan amat gembira, Al Muthalib mengajak keponakannya itu pulang. Syaibah duduk membonceng unta di belakang pamannya.

Ketika mereka tiba di Mekkah, orang-orang menyangka bahwa anak yang duduk di belakang Al Muthalib adalah budaknya.

“Abdul Muthalib (Budak Al Muthalib)! Abdul Muthalib!” panggil mereka kepada Syaibah.

“Celaka kalian! Dia bukan budakku, dia anak saudaraku, Hasyim!”

Baca Juga: Ternyata, Segini Lho Jumlah Rambut Manusia, Ini Penyebab Terjadinya Kerontokan Tiap Hari

Namun, orang-orang telanjur menyebutnya demikian sehingga akhirnya nama Syaibah pun terlupakan.

Setelah itu, dia dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Dia kelak menjadi kakek Nabi Muhammad SAW.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Diambil dari Kuliah Siroh Nabawiyah Bagian 3 Majelis Kopi Pahit Forsil Alma'ruf.(Bersambung)

Editor: Muhammad Alif Santosa

Sumber: Majelis Kopi Pahit Forsil Alma'ruf


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x