KABARCIREBON - Para pengurus majelis di mana HN menjadi pimpinannya merasa keberatan dengan status DPO yang diberikan kepada HN.
Seperti diketahui, HN yang merupakan pimpinan majelis serta pengusaha, dilaporkan oleh istri keduanya, UH, atas pencabulan terhadap anak tirinya berinisial N. N merupakan anak bawaan UH dari pernikahan pertamanya.
Setelah dilaporkan di Polres Cirebon Kota, HN ditetapkan sebagai tersangka pada Februari lalu, kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) pada 26 Maret 2024.
Atas hal tersebut, para pengurus majelis di mana HN merupakan pimpinannya, merasa keberatan atas status DPO tersebut.
Ulum, salah satu pengurus majelis mengatakan, sehari sebelum ditetapkan sebagai DPO atau pada tanggal 25 Maret, HN membuat surat tertulis yang isinya meminta penangguhan pemeriksaan.
"Permintaan HN atas sejumlah saksi yang terkait atau tahu bagaimana hal yang sesungguhnya, tidak diakomodir oleh pihak kepolisian. Kemudian HN membuat surat tertulis yang isinya meminta penangguhan pemeriksaan," ungkapnya.
Kemudian, sehari setelahnya yaitu pada tanggal 26 Maret tiba-tiba HN ditetapkan masuk DPO. Menurut Ulum, baik keluarga juga para pengurus majelis tidak mengetahui jika HN ditetapkan masuk DPO.
"Kami tahunya dari media jika HN itu masuk DPO. Jujur saja kami keberatan atas status tersebut, sebab HN merasa pemeriksaan selama ini hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka itu tidak obyektif," katanya.