Terkendala Jarak Domisili, Orang Tua Keluhkan Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru

- 12 Februari 2023, 21:28 WIB
ILUSTRASI siswa belajar.*Pixabay/arrowsmith
ILUSTRASI siswa belajar.*Pixabay/arrowsmith /

KABARCIREBON - Sejumlah orang tua mengeluhkan pemberlakuan masuk sekolah sistem zonasi. Karena ada wilayah yang tidak bisa masuk ke sekolah manapun, mengingat jarak kedua sekolah cukup jauh. Sehingga anak kesulitan mendapatkan sekolah yang dianggap paling dekat ke rumahnya.

Menurut Nina warga Desa Sindangpala, Kecamatan Banjaran, yang anaknya kini duduk di bangku kelas III SMP Banjaran, dirinya telah menjajaki kelanjutan pendidikan untuk anaknya ke SMAN Talaga dan SMAN Maja.

Namun kedua sekolah tersebut tidak bisa menerimanya, dengan alasan jarak ke SMAN Talaga mencapai kurang lebih 4 km dan ke SMAN Maja kurang lebih mencapai 6 km.Sementara yang diterima dengan sistem zonasi jaraknya di bawah 2 km.

Baca Juga: Demi Menghidupi Kedua Cucu, Sumi Rela Berjualan Keliling Kampung

“Kalau tidak diterima di dua SMA itu terus harus kemana. Padahal SMA terdekat adalah Maja dan Talaga. Masa anak tidak boleh sekolah,” katanya.

Hal sama disampaikan Dede warga Desa Darmararang, Kecamatan Banjaran. Meski jarak domisilinya cukup dekat ke SMAN Talaga, namun jika memberlakukan sistem zonasi, anaknya tidak akan bisa masuk karena rumahnya lebih dari 2 km.

Diungkapkan orang tua lainnya, Ade Ros, sistem zonasi dinilai baik. Namun jika harus memperhitungkan jarak tempuh, akan banyak anak yang tidak bisa masuk SMA yang diinginkan anak.

Baca Juga: DPRD Batal Bentuk Pansus Pemekaran Cirebon Timur

Menurut mereka, sebelumnya banyak yang menyiasati dengan kartu keluarga (KK) tempel atau menumpang nama di daftar KK milik orang lain yang jaraknya dekat dengan sekolah) agar bisa masuk ke sekolah yang dituju.

Namun ternyata tahun ini KK tempel tidak bisa diakomodir pihak sekolah, jika waktunya di bawah satu tahun. Karena KK tempel harus dilakukan lebih dari satu tahun.

Kemudian ketika anak dimasukan jalur prestasi, tidak semua anak memiliki prestasi yang diinginkan sekolah yang dituju. Misalnya menjadi aktifis Pramuka, maka akan banyak anak yang mendapat rekomendasi Pramuka, atau memiliki bakat olahraga, ahli kesenian dan sebagainya.

Baca Juga: Sutardi Deklarasi Maju di Pencalonan Ketua KONI

“Dulu teman saya anaknya mendapat rekomendasi dari sekolah aktifis Pramuka, akhirnya yang mendapat rekomendasi itu cukup banyak dan sekolah tujuan menolaknya karena terlalu banyak. Anak akhirnya sekolah di Cikijing yang justru harus menyeberang satu kecamatan,” kata Angguh.

Para orang tua ini berharap ada solusi menyangkut hal tersebut, agar anak bisa tetap sekolah di sekolah terdekat. Solusi bisa ditempuh melalui sistem seleksi tertulis atau wawancara, walaupun sistem inipun cukup rentan KKN yang dilakukan pihak panitia seleksi.

“Sebetulnya sistim zonasi juga rentan KKN karena buktinya banyak siswa yang dari kecamatan lain masuk ke sekolah favorit tanpa melalui jalur prestasi, hanya karena melalui pendekatan,” kata Didin.

Baca Juga: Kondisi Jalan Ini Rusak Parah dan Minim Perhatian, Pemdes Ambulu Urunan Perbaiki Jalan Kabupaten Cirebon

Tidak obyektif

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Majalengka Edi Anas Djunaedi dalam rapat rencana pembangunan daerah (RPD) akhir pekan kemarin mengungkapkan, banyaknya keluhan orang tua pada pelaksanaan penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi.

“Saya banyak mendapat keluhan dari para orang tua, mereka datang ke dewan anaknya tidak bisa masuk ke sekolah yang diharapkan, apalagi di perkotaan jarak sekolah dekat tapi tetap tidak bisa masuk,” katanya.

Menurutnya, masuk sekolah sistem zonasi tetap banyak titipan, yang tidak bisa dihindari pihak sekolah. Bagi orang tua yang tidak memiliki akses ke sekolah tidak bisa menitipkan anaknya, dan itu sangat tidak obyektif untuk penyelenggaraan pendidikan.(Tati/KC)

Editor: Epih Pahlapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah