Dalam konteks IKP Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, sambung dia, tertinggi itu terjadi di Kabupaten Bandung dengan nilai 91,588 tinggi, dan posisi kedua Kabupaten Majalengka 67,139.
Sedangkan paling rendah di Kota Bandung hanya 11,955 dan masih banyak yang lainnya. Namun kendati demikian, IKP jika dilihat perdimensi itu setiap daerah di Jabar berbeda-beda nilainya.Baik itu dimensi sosial politik, dimensi penyelenggaran Pemilu, kontestasi,
"Di antara 27 kota dan kabupaten se-Jabar, ternyata Kabupaten Bandung tertinggi dan Kabupaten Majalengka menduduki posisi kedua,"ucapnya.
Melihat persoalan di atas, Ratih membeberkan titik rawan yang dialami pemilih. Terutama dalam pemutakhiran data pemilih, pelaksanaan coklit, penyusunan dan penetapa daftar pemilih baik itu DPS, DPT, DPTB, dan DPK.
Kendala dalam agenda itu, lanjut dia, masih terkendala akurasi, komprehensifitas, dan kemutakhiran data. Prinsip komprehensif yang dimaksud itu seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih wajib diakomodasi hak pilihnya.
Kemudian, terkait akurasi pemutakhiran data pemilih itu sangat krusial, karena sangat menentukan tingkat partisipasi politik, yang selama ini dianggap menjadi ranah inti dari demokrasi.
"Kualitas daftar pemilih yang ditetapkan akan menjadi anasir bagi penyelenggara pemilu yang berintegritas, imparsial, dan akuntabel,"tegasnya wanita yang sudah banyak membuat tulisan karya ilmiah di Google Cendekia ini.
Titik rawan lainya, sambung dia, itu terletak pada pemutakhiran data pemilih berkelanjutan. Ini bertujuan untuk membarui data pemilih, seperti, menambahkan pemilih baru yang belum terdaftar pada daftar pemilih. Atau yang tidak memenuhi syarat dan mengalami perubahan elemen data pemilih kabupaten atau kota secara berkelanjutan.