Namun nahas, mereka meninggal dunia di sekitar Jembatan Sewo. Masyarakat percaya arwah dari kakak beradik itu tetap hidup di bawah jembatan sewo. Kisah inilah yang memunculkan ritual lempar uang koin.
Baca Juga: Dapat Uang Kaget dari Dedi Mulyadi, Juru Parkir SPBU di Pantura Ini Menangis Bahagia
Ritual melempar koin ini adalah untuk memberi saweran pada Saedah dan Saeni. Pasalnya, pada masa lalu, Saedah dan Saeni selalu mementaskan seni ronggeng. Saedah berperan sebagai penabuh gendang dan Saeni sebagai penarinya.
Mereka selalu menampilkan kesenian tradisional ini di pinggir jalan di sekitar Jembatan Sewo. Cerita lain menyebut, Saeni dulunya adalah seorang penari ronggeng pantura, yang kemudian berubah menjadi buaya dan Saedah menjadi pohon bambu.
Bahkan, kisah mistis itu semakin kenal ketika terjadi kecelakaan maut menimpa sebuah bus yang membawa rombongan transmigran asal Boyolali.
Bus tersebut mengalami kecelakaan pada 11 Maret 1974 ketika menuju Sumatera Selatan. Namun, salah satu bus yang membawa rombongan tergelincir dan masuk ke sungai.
Bus tersebut kemudian terbakar di kali Sewo, Desa Sukra, Kabupaten Indramayu. Musibah yang terjadi pada pukul 04.30 WIB dini hari tersebut menewaskan 67 orang yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak.
Sementara tiga orang anak-anak lainnya selamat. Semua korban yang tewas pun dimakamkan di pemakaman umum yang terletak di dekat lokasi kejadian.