Nih! KPK Kembali Ungkap Dugaan Kasus Korupsi Bansos Beras yang Terjadi di Kabupaten Cirebon

23 September 2023, 14:39 WIB
Ilustrasi Bansos Beras, /ANTARA/Sakti Karuru /

KABARCIREBON - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) beras untuk penanganan Covid-19, di Kabupaten Cirebon yang terjadi pada 2020 .

Hal itu, dibenarkan salah satu pendamping program keluarga harapan (PKH) Kabupaten Cirebon.

Pria yang tidak mau disebutkan namanya itu mengaku telah diperiksa KPK secara zoom meeting sekira dua minggu lalu.

Baca Juga: Hadapi Kemarau Panjang dengan Mengetuk Pintu Langit. Kiai Maman Ajak Umat Islam Gelar Shalat Meminta Hujan

Ia menjelaskan, pemeriksaan via zoom dimaksud dengan menjawab pertanyaan yang disampaikan KPK secara digital dalam grup WhatsApp (WA) pendamping PKH Kabupaten Cirebon.

"Ya semacam quisioner gitu, semua pendamping PKH harus mengisi form berbentuk link itu. Bagi yang mengisinya asal-asalan, dikirimi ulang link form-nya. Form kiriman ulang itu pada 4 September kemarin," ujarnya, Kamis (21/9/2023)

Ia sendiri mengaku kesulitan mengisi pertanyaan KPK tersebut. Pasalnya, peristiwa penyaluran bansos beras sudah berlangsung beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2020.

Baca Juga: KPU Jabar Terima Estafet KPU Jateng, Kota Cirebon Jadi Gerbang Awal Kirab Pemilu 2024

"Pertanyaannya terkait jumlah keluarga penerima manfaat (KPM), mekanisme penyaluran dan lain-lain, saya sendiri sudah tidak ingat," kata dia.

Namun ia membantah disebut mendapat aliran dana hasil korupsi bansos beras tersebut. Pasalnya, dirinya hanya diberi tugas oleh Koordinator PKH Kabupaten Cirebon (Korkab) untuk menyalurkan bansos tersebut dengan dijanjikan bayaran Rp 1.000 per karung beras.

Bahkan, ia justru merasa kecewa dengan hasil akhir pekerjaan tambahan sebagai pendamping PKH tersebut. Karena, bayaran yang ia terima tidak sesuai perjanjian awal, yakni Rp 1.000 per karung isi 25 kilogram beras. Sedangkan jatah per keluarga penerima manfaat adalah 2 karung.

Baca Juga: Begini Cara Daftar Program Kartu Prakerja Gelombang ke 61, Ada Nilai Insentif Besarannya Mencapai Rp3,5 Juta

Namun faktanya, terang dia, upah yang ia terima mendadak berubah. Semua pendamping PKH hanya mendapatkan imbalan sebesar Rp 300 ribu untuk penyaluran beras dalam dua tahap itu.
Perubahan besaran upah tersebut terjadi setelah dirinya menyewa gudang untuk menampung beras.

"Kami jelas tekor tenaga dan waktu, sebab dari uang Rp 300 ribu itu saya hanya menerima bersihnya Rp 50 ribu," lirihnya.

Ia menyebut, uang tersebut harus ia bagikan kepada sopir, kuli panggul, sewa gudang, dan untuk koordinasi petugas keamanan hingga kebersihan karena tidak ditanggung oleh Korkab.

Baca Juga: Mengintip Sepak Terjang Tokoh Otomotif Nasional, Bos Indomobil Soebronto Laras Semasa Hidupnya

"Kami sewa gudang untuk tempat beras, karena pihak pemdes banyak yang menolak dibagikan di desa, alasannya karena takut ricuh. Makanya kita sewa gudang," ucapnya.

Ia menjelaskan, dari sekira 40 pendamping PKH yang ada di Kabupaten Cirebon, semua mengeluh dan merasa kecewa dengan pembayaran upah yang tidak sesuai perjanjian awal tersebut.

"Yang menjanjikan Rp 1.000 itu Korkab, uangnya juga dikasih oleh Korkab setelah pekerjaan selesai. Jadi, waktu mengisi (menjawab, Red) pertanyaan KPK, dapat berapa dari (penyaluran, Red) itu, ya saya jawab Rp 1.000 walaupun kenyataannya tidak seperti itu," ungkapnya.

Baca Juga: Dibanding Desa Lain di Kab.Cirebon, Desa Wilulang yang Paling Minim dari Daftar Pemilih Sementara Pilwunya

Beras remuk

Ia menambahkan, jumlah KPM yang ia salurkan di desanya sekitar 315 KPM. Di desa tersebut, jumlah total KPM lebih dari 600 KPM. Sehingga, di desa itu ada dua pendamping PKH.

Berdasarkan laporan dari KPM yang menerima bansos tersebut, kualitas beras sangat jelek karena kondisinya remuk dan tidak layak konsumsi. Bahkan, mayoritas KPM menjual kembali beras tersebut meskipun dengan harga murah.

Baca Juga: Dorong Masyarakat Tanggap Bencana, Pertamina Regional JBB Fasilitasi Program Edukasi Mitigasi Kebakaran

Diberitakan sebelumnya Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cirebon, Indra Fitriani mengaku, telah dimintai keterangan oleh KPK pada Senin (18/9/2023) lalu di Bandung. Fitriani, menjawab semua pertanyaan KPK mengenai proses penyaluran bansos beras di Kabupaten Cirebon.

Fitriani juga menyampaikan, pihaknya belum menjabat sebagai Kadinsos saat penyaluran bansos beras tersebut. Sehingga tidak mengetahui pasti prosesnya penyaluran bansos.

Hanya ia menyampaikan bahwa pendamping PKH lebih memahami proses penyaluran bansos.

Baca Juga: UKM Hay'atu Tahfidzil Qur'an IAIN Cirebon Adakan Seminar Tahfidz Bersama Ning Nadia Abdurrahman

"Kami sampaikan apa adanya dan memang bukan zaman saya menjabat," paparnya.

Paska dipanggil KPK, Fitriani langsung meminta pendamping PKH untuk tidak mencari keuntungan dari program Pemerintah ini. Apalagi, sampai terlibat dalam kasus bansos yang telah ditangani lembaga anti rasuah.

"Saya minta jangan ada pengumpulan kartu KPM yang dilakukan pendamping PKH. Biar KPM yang mengambil langsung," ujarnya.

Baca Juga: Intip Kesiapan Dana Cadangkan Pilkada 2024 di Kabupaten Cirebon, Ternyata Besarannya Segini Loh!

Seperti diketahui, saat Kemensos meluncurkan program bansos beras pada 2020, PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) ditunjuk menjadi distributor dengan nilai kontrak lebih dari Rp 326 miliar.

Setelah ditunjuk itu, PT BGR kemudian menunjuk perusahaan lainnya untuk menjadi konsultan penyaluran beras itu.

PT BGR kemudian menggelontorkan duit Rp151 miliar untuk membayar perusahaan konsultan itu. Padahal, diduga perusahaan konsultan tersebut tidak pernah melaksanakan tugasnya.

Baca Juga: Selama 3 Bulan, 572.000 Keluarga Penerima Manfaat di wilayah Cirebon akan Mendapat 5.700 Ton Beras Per Bulan

Atas perbuatannya, KPK menahan Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021 Budi Susanto dan Vice President Operasional PT BGR Persero periode 2018-2021 April Churniawan.(Iwan/KC).***

Editor: Epih Pahlapi

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler