Maya Berlin, Mengubah Batok Kelapa Menjadi Karya Seni, Sekadar Ilustrasi Mengapa Wayang Corona Menyeramkan?

- 20 Juli 2021, 21:19 WIB
 MAYA Berlin (50 tahun) warga asal Desa Jatipamor, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka tengah memainkan wayang dari tempurung kelapa. Maya Berlin menyulap batok (tempurung) kelapa  menjadi sebuah karya seni nan unik berupa wayang.* Tati/KC
MAYA Berlin (50 tahun) warga asal Desa Jatipamor, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka tengah memainkan wayang dari tempurung kelapa. Maya Berlin menyulap batok (tempurung) kelapa menjadi sebuah karya seni nan unik berupa wayang.* Tati/KC

MAJALENGKA, (KC Online).-

Maya Berlin (50 tahun), warga asal Desa Jatipamor, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka menyulap batok (tempurung) kelapa  menjadi sebuah karya seni nan unik berupa wayang. Jika dikembangkan serta dipoles lebih baik kemungkinan bisa bernilai ekonomi tinggi.

Namun walaupun baru dibuat dan dimainkan di komunitasnya, wayang-wayang tersebut menarik minat penonton dari kalangan anak-anak hingga remaja yang pada umumnya tidak begitu menyukai tontonan wayang.

Wayang yang dibuat Maya hampir sekemuanya berupa wayang berwajah buta, dengan mata yang melotot tajam atau buncelik, perut buncit yang kata orang Sunda bureuteu, sebagian berambut gimbal ada juga yang lonong (tanpa rambut) serta bibir tebal dan jading. Kalaupun bibir tipis namun jableh atau sedikit ke bawah, sehingga wayang sedikit menyeramkan karena semua wayang ala buta.

Wayang yang dibuatnya sudah belasan buah. Wayang-wayang tersebut dipajang di sanggar milik Maya Berlin dan sesekali dimainkan sambil ditonton anak-anak sekitar dan sejumlah komunitas seni lainnya di Majalengka.

Menurut keterangan Maya Berlin yang berprofesi sebagai guru kesenian di SMP 1 Majalengka, wayang-wayang yang ke semuanya berbahan tempurung kelapa ini berawal saat dirinya yang hampir setiap hari membeli air kepala di pedagang kepala muda tak jauh dari rumahnya untuk menjaga kondisi tubuhnya di saat pandemi.

Tempurung kelapa berserakan menjadi sampah yang menumpuk dan sulit dihancurkan, kalaupun laku dijual harus sudah kering kepada pedagang tahu, itu pun harganya sangat murah dan baru diangkut setelah bertumpuk hingga berkarung-karung.

Bahkan di saat PPKM Darurat, konsumen tidak bisa minum di tempat dan terpaksa harus dibawa pulang ke rumah. Dampaknya sampah tempurung kelapa menumpuk melebihi jumlah sampah lainnya, dan ketika dibuang atau diangkut armada sampah, bebannya cukup berat.

Di saat pembelajaran yang terus dilakukan melalui daring, Maya Berlin mengaku terus berpikir, jika batok dan sabut kelapa tersebut bisa menjadi sebuah karya seni. Hingga dia mencoba membuat sebuah wayang dari batok dan sabut kelapa tersebut.

“Sekarang semua orang tidak diperbolehkan makan di tempat termasuk kelapa muda. Karena seringnya membeli air kepala bersama kulitnya, batok jadi menumpuk di rumah. Batok-batok yang masih bersabut ini dicoba dibuat wajah wayang dan sebagian sabutnya direkayasa menjadi rambut ,” kata Maya Berlin.

Sedangkan badannya juga berbahan batok dan bagian bawahnya dibalut kain dengan aksesoris rumbai-rumbai. Di bagian leher juga diberi aksesoris kalung. Untuk mata agar terlihat melotot dan lebih menyeramkan menggunakan mata besar, bola mata hitam.

“Semua wayang berbentuk buta, ini sekaligus untuk menunjukkan kepada publik bahwa Corona itu menyeramkan. Ini sekadar berilustrasi, wayang ini pun saya beri nama wayang Corona,” kata Maya Berlin.

Dia mengatakan, untuk membuat satu buah wayang dibutuhkan butuh waktu 5 menitan saja. Yang butuh waktu lama adalah menjemur sabut hingga kering mencapai dua dua mingguan dengan cuaca bagus.

Sebelumnya, Maya Berlin juga pernah membuat alat kesenian band dan wayang dari bahan bekas, berupa limbah  plastik seperti botol shampo, jerigen, bekas oli dan sebagainya serta jerami. Wayang buatannya sering dipentaskan di sekolah di hadapan anak didiknya bersama guru-guru di sekolah tersebut dengan ceritera yang disesuaikan dengan kondisi kekikian.

"Saya sering mementaskan kerajinan-kerajinan itu di depan anak-anak. Lewat ceritera dan  bahasa yang mudah dipahami akan lebih bisa ditangkap maksudnya oleh anak didik. Rencananya, jika KBM tatap muka kembali digelar, saya juga akan mensosialisasikan bahaya virus Corona dengan wayang Corona ini," ungkap Maya Berlin.(Tati)

Editor: Ajay Kabar Cirebon


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah