Evaluasi UU TPKS di Ciayumajakuning, Selly: Masih ada Hambatan Para Relawan di Lapangan

- 12 Agustus 2023, 11:30 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriani Gantina kembali melakukan sosialisasi UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di salah satu hotel di Kabupaten Cirebon, Jumat (11/8/2023).
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriani Gantina kembali melakukan sosialisasi UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di salah satu hotel di Kabupaten Cirebon, Jumat (11/8/2023). /Kabar Cirebon/ Istimewa/

KABARCIREBON- Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriani Gantina kembali melakukan sosialisasi UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di salah satu hotel di Kabupaten Cirebon, Jumat (11/8/2023).

Selly mengatakan pihaknya melakukan evaluasi satu tahun Impelementasi UU TPKS yang ada di wilayah Ciayumajakuning. Menurutnya para relawan masih mendapatkan banyak hambatan saat melakukan sosialisasi UU TPKS kepada masyarakat.

Baca Juga: Peringati HUT Ke-78 RI, KAI Hadirkan Tiket Promo 78 Persen hingga Tarif Hanya 78 Ribu

"Hampatannya kepada instansi yang seharusnya bisa bekerjasama dan peran dari aparat penegak hukum mereka belum paham keterlibatan mereka didalam advokasi ada beberapa aparat penegak hukum yang belum paham tetapi setelah proses itu jalan mereka tau kalau mereka harus terlibat didalam penanganan advokasi kekerasan seksual," kata Selly.

Selain itu juga, kata Selly, para relawan juga sedikit kesulitan untuk melakukan pemahaman tentang bagaimana nasib kepada korban setelah mereka tanggani dan mereka harus terlibat lagi dengan masyarakat di lingungan mereka.

Baca Juga: Ketua DPRD Nuzul Rachdy Sebut Pj Bupati Kuningan Pengganti Acep Purnama Harus Sanggup Hadapi Masalah Ini

"Karena banyak sekali korban kekerasan seksual yang setelah mereka melaporkan dan mereka selesai kasus hukumnya, dan mereka ingin bekerja karena kondisi ekonominya harus mulai dari mana , mereka juga minta kejelasan kepada negara hal ini pemerintah apakah dalam UU ini ada tidak, padahal dalam undang- undang itu ada," ujarnya.

Disinggung soal anak adopsi, Selly menjelaskan banyak korban kekerasn seksual yang akhirnya harus melahirkan status anaknya tampa ayahnya. Padahal yang dilahirkan harus tercatat secara akta.

"Akta ini harus terlahir sebagai anak dari seorang ibu dan mereka harus di adopsi lewat pengadilan, ya jelas kalau lewat pengadilan tercatat dan legal, tetapi kalau dicatat dengan akta normal tercatat sebagai anak ibu maka yang dikhawatirkan kalau sudah besar kemudian dia akan menikah kita tidak tau ayahnya siapa, itu yang kami takutkan," katanya.

Halaman:

Editor: Iwan Junaedi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah