Jurnalis di Cirebon Tolak Revisi RUU Penyiaran yang Ancam Kebebasan Pers

- 17 Mei 2024, 16:23 WIB
Perwakilan IJTI Cirebon Raya dan AJI Bandung dalam audiensi bersama DPRD Kabupaten Cirebon di Kantor DPRD setempat, Jumat (17/5/2024).
Perwakilan IJTI Cirebon Raya dan AJI Bandung dalam audiensi bersama DPRD Kabupaten Cirebon di Kantor DPRD setempat, Jumat (17/5/2024). /IST /

KABARCIREBON – Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Cirebon Raya dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Cirebon menolak revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran. RUU itu memiliki beberapa pasal yang mengancam kebebasan pers.

Penolakan RUU Penyiaran itu disampaikan perwakilan IJTI Cirebon Raya dan AJI Bandung dalam audiensi bersama DPRD Kabupaten Cirebon di Kantor DPRD setempat, Jumat (17/5/2024). Para jurnalis menyampaikan persoalan di RUU itu.

Puluhan jurnalis juga menggelar teatrikal dengan menaburkan kembang di atas kumpulan kartu pers tepat di teras Kantor DPRD Kabupaten Cirebon. Cara ini menggambarkan ancaman kematian pers dengan adanya RUU Penyiaran. 

Baca Juga: Ratusan Juta Rupiah Menanti Alumni SMK MEC 2024 yang Lanjutkan Studi di Kampus Instbunas Majalengka

Ketua IJTI Cirebon Raya Faisal Nurathman mengatakan, sejumlah organisasi pers menaruh perhatian pada RUU yang telah dibahas dalam Badan Legislasi DPR, 27 Maret 2024, itu. Dalam proses penyusunan, pihaknya menyayangkan draf RUU yang tidak melibatkan berbagai pihak.

“Organisasi profesi jurnalis atau komunitas pers tidak dilibatkan dalam penyusunan itu,” ucap Faisal. 

Tidak dilibatkannya berbagai pihak dalam pembuatan draf itu terlihat dari banyaknya penolakan terhadap RUU Penyiaran. Mulai dari IJTI, AJI, hingga Dewan Pers.

Baca Juga: Bank Emas Perkuat Investasi Logam Mulia dari Hulu ke Hilir, Ini Peran Pegadaian

Pihaknya juga menolak RUU itu karena mengandung beberapa pasal yang dapat mengancam kebebasan pers. Pasal 50 B Ayat 2 huruf C, misalnya, melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Pasal ini dapat menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan.

“Mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi? Selama karya itu memegang kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data benar, dibuat secara profesional serta untuk kepentingan publik, maka tidak boleh dilarang,” ujarnya.

Halaman:

Editor: Fanny Crisna Matahari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah