Bayar Zakat Fitrah dengan Uang Atau Beras, Selalu Dibicarakan Setiap Bulan Ramadhan, Bagaimana Baiknya?

- 20 Maret 2024, 12:34 WIB
Salah satu kewajiban umat Islam, yakni membayar zakat fitrah seusai puasa di Bulan Ramadhan.*
Salah satu kewajiban umat Islam, yakni membayar zakat fitrah seusai puasa di Bulan Ramadhan.* /Kabar Cirebon/Eman Sulaeman

KABAR CIREBON - Hampir setiap tahun, seusai menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan, selalu ada pembahasan tentang zakat fitrah.

Selain, membicarakan berapa besaran zakat yang harus dibayar (karena tiap tahun bisa terjadi kenaikan), juga dengan apa baiknya membayar zakat -- apakah berupa beras atau uang.

Selama ini, sebagian besar pembayar zakat lebih banyak menyerahkan uang ketimbang beras. Tapi bagaimana hukumnya membayar zakat dengan uang?

Baca Juga: Ini Ciri-ciri Orang yang Masuk Surga, Ternyata Berakhlak Latihannya dengan Cara Berpuasa di Bulan Ramadhan

Ada khilafiyah di kalangan fuqaha dalam masalah penunaian zakat fitrah dengan uang. Ada pendapat yang membolehkan bayar zakat dengan uang, ada juga yang menyarankan berupa beras (bahan pokok)

Pertama pertama, pendapat yang membolehkan.

Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Tsauri, Imam Bukhari, dan Imam Ibnu Taimiyah.

Dalil mereka antara lain firman Allah SWT: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka.” (QS At-Taubah [9] : 103).

Baca Juga: Penuhi Permintaan Istri, Suami Tak Perlu Khawatir Kehabisan Uang, Rezeki Justru Akan Terus Bertambah

Menurut mereka, ayat ini menunjukkan zakat asalnya diambil dari harta (mal), yaitu apa yang dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang).

Mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi Muhammad SAW:”Cukupilah mereka (kaum fakir dan miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri).” (HR Daruquthni dan Baihaqi).

Menurut mereka, memberi kecukupan (ighna`) kepada fakir dan miskin dalam zakat fitrah dapat terwujud dengan memberikan uang.

Baca Juga: Ini Bacaan Niat Saat Menyerahkan Zakat Fitrah untuk Sendiri, Istri, Anak, Keluarga dan Orang yang Diwakilkan

Pendapat kedua, pendapat yang tidak membolehkan dan mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok (ghalib quut al-balad).

Pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.

Karena ada dua pendapat yang berbeda, maka kita harus bijak dalam menyikapinya.

Ulama sekaliber Imam Syafi’i, mujtahid yang sangat andal saja berkomentar tentang pendapatnya dengan mengatakan, ”Bisa jadi pendapatku benar, tapi bukan tak mungkin di dalamnya mengandung kekeliruan. Bisa jadi pendapat orang lain salah, tapi bukan tak mungkin di dalamnya juga mengandung kebenaran.”

Baca Juga: Ada Tiga Golongan Umat Islam saat Menjalankan Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan, Menyesal Karena Abaikan Perintah

Dalam masalah ini, sebagai orang awam (kebanyakan), kita boleh bertaqlid (mengikuti salah satu mazhab yang menjadi panutan dan diterima oleh umat).

Allah SWT tidak membebani kita di luar batas kemampuan yang kita miliki. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (Al Baqarah [2]: 286).

Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja.

Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujui zakat dengan uang.

Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.***

Editor: Anwar Anef


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x