KABARCIREBON - Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo berambisi meningkatkan target energi baru terbarukan (EBT) hingga mencapai 25-30 persen pada tahun 2029.
Pencapaian target tersebut, termaktub dalam program nomor 5 dari pasangan Capres-Cawapres, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dimana dari point utamanya yakni menggarisbawahi pemanfaataan EBT sebagai katalisator pembaharuan, dengan potensi mencapai sekira 3.700 GW secara bertahap dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Baca Juga: Pulang Kampung ke Kadugede Kuningan, Iwan Bule Bernostalgia tapi Warga Berebut Foto Selfie
Sekalipun demikian, ada pertanyaan yang muncul; hingga sejauh mana kemajuan Indonesia dalam meralisasikan target EBT saat ini?
Berapa persen yang masih menjadikan tantangan bagi ke dua pasangan yang akan bertarung dalam bursa Pilpes 2024 mendatang ini?.
Kepala Engineering Research & Innovation Center (ERIC) Fakultas Teknik UGM, Profesor Tumiran menyatakan, target tersebut sangat sulit tercapai, apalagi andil EBT saat ini baru mencapai sekira 12 persen
"Dari target 25-30 persen pada 2029 itu akan sulit tercapai. Apalagi, tingkat kesulitannya sangat tinggi. Saat ini baru 12 persen," ungkapnya dalam diskusi Rembuk Ide Transisi Energi Berkelanjutan di Jakarta pada Kamis, 23 November 2023.
Tumiran justru mengingatkan target dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) pada tahun 2025 adalah 23 persen, dan pada tahun 2050 yakni 31 persen
Pernyataan Tumiran juga didukung data Handbook of Eenergy & Economis Statistic of Indonesia 2021 yang dirilis Kementerian ESDM, realisasi andil EBT pada 2021 sebesar 12,2 persen.
Sekalipun mengalami pertumbuhan, akan tetapi masih jauh dari target
Secara historis, program biodiesel menjadi motor penggerak utama peningkatan andil energi terbarukan, terutama sejak diperkenalkannya subsidi biodiesel dari BPDPKS pada tahun 2016.
Pangsa biodiesel meningkat pesat dari 0,7% pada 2015 menjadi 3% pada 2019.
Namun, produksi biofuel stagnan pada B30 sejak 2019, terhambat oleh pandemi pada tahun 2020 dan kenaikan harga minyak sawit pada tahun 2021-2022, menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat menjadi 4,4% pada tahun 2021.
Dalam sektor pembangkit listrik, tidak terlihat peningkatan signifikan dalam andil energi terbarukan yang diharapkan, karena penambahan kapasitas baru terbarukan pada tahun 2022 terbatas.
Beberapa pembangkit listrik terbarukan berkapasitas besar mulai beroperasi pada tahun 2022, termasuk pembangkit listrik tenaga panas bumi Rantau Dedap sebesar 90 MW di Sumatera, PLTA Malea 90 MW, dan PLTA Poso 515 MW puncak di Sulawesi.
Baca Juga: Aksi Cirebon Timur Menggugat Batal, FCTM Dijanjikan Ekspos Hasil Kajian
Namun, pembangkit listrik tenaga batu bara baru dengan kapasitas yang jauh lebih besar mencapai 4 GW juga telah beroperasi di Jawa tahun ini.
Akibatnya, pangsa batu bara dalam bauran pembangkit listrik meningkat menjadi 67,5%, sementara andil energi terbarukan tetap di bawah 14%, tidak menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Terlebih lagi, pemulihan kegiatan ekonomi pasca pandemi Covid-19 telah berdampak pada penurunan andil energi terbarukan dalam bauran energi primer.
Baca Juga: Jalan Poros di Desa Lingung Ambles, Kini Mulai Diperbaiki
Pada kuartal III-2022, andil energi terbarukan mencapai 10,4%, turun dari kuartal III-2021 yang sebesar 11,5%.
Tumiran kembali menegaskan, masalah energi baru terbarukan saat ini bukan pada kebijakan yang salah, melainkan perlunya upaya untuk meningkatkan permintaan listrik sebagai offtaker dari energi listrik yang dihasilkan, termasuk dari EBT.
Dia mencatat bahwa pertumbuhan permintaan listrik dari tahun 2012-2023 masih di bawah pertumbuhan ekonomi, termasuk konsumsi listrik oleh industri dalam negeri.
"Fokusnya bukan bagaimana mengakselerasi EBT, tapi bagaimana offtaker energi kita bisa tumbuh. Kemudian industri kita bisa tumbuh," tegasnya.
Lebih lanjut, Tumiran menekankan bahwa pertumbuhan EBT harus sejalan dengan penciptaan ekonomi industri yang bersumber dari potensi lokal dan didasarkan pada kemampuan sumber daya manusia (SDM).
"Sampai sekarang basisnya masih impor, itu yang saya sedih. Perlu kita dalami dari para capres bukan hanya bicara tentang target, tapi strategi mencapai target itu menjadi lebih penting," tambahnya.
Baca Juga: Wabup Majalengka Lepas Kontingen Porpemda XV Tingkat Jabar yang Digelar di Kuningan
Sebelumnya, Indonesia pada tahun 2030 menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
Namun pernyataan Tumiran dan data yang ada menyatakan bahwa PR bagi Ganjar Pranowo adalah strategi yang tepat dan efisien dalam mengejar 18 persen taget energi baru terbarukan yang diimpikan Indonesia.***