Penerimaan PPDB Sistem Zonasi Antara Harapan dan Kenyataan

23 Juli 2023, 15:54 WIB
D. Rusyono, Anggota Juang Kencana, Puspaga Kabupaten Kuningan dan Pengajar di STIKes Kuningan. /Iyan Irwandi/KC/

KABARCIREBON - Sebuah sistem diciptakan tidak lain terkandung maksud untuk
mempermudah, melengkapi, menguatkan dan sebagainya yang bersifat
kebaikan.

Tetapi ternyata tidak selamanya demikian, karena ada kalanya tujuannya baik tetapi cara pelaksanaannya tidak baik, sehingga hasilnyapun menjadi tidak baik, contoh lain dalam kehidupan sehari-hari.

Maksud menolong atau memberi saran kepada seseorang, yang sudah barang tentu maksudnya baik, tetapi cara penyampaianannya tidak baik, akhirnya bukan menjadi solusi malah menjadi ketersinggungan/kemarahan dari oang yang diberi saran dan sebagainya.

Baca Juga: Gebyar Pesona Desa Wisata Digital Kaduela Kuningan

Begitu pula halnya dalam bidang pendidikan yang sekarang tengah menghangat di masyarakat dan di pemerintahan, sebut saja Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi.

Atau kalau diterjemahkan secara sederhana adalah Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru secara Zonasi dalam bingkai kurikulum Merdeka, Sekolah/Kampus Merdeka.

Tentunya sistem ini digulirkan dengan maksud/tujuan yang baik, ya paling tidak untuk memacu guru dan murid untuk belajar secara kreatif, kemudian untuk mendekatkan domisili murid dengan sekolahnya atau juga pemerataan cakupan murid baru di setiap tingkatan sekolah.

Baca Juga: 3 Wartawan Kuningan Naik Grade, 15 Wartawan Tidak Lulus UKW

Tetapi ternyata berbeda dari harapan karena berbagai hal, seperti dalam kurikulum merdeka perlu dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai baik secara lembaga maupun perorangan, inipun secara individu siswa tidak sama kondisi sosial ekonominya.

Secara gambaran kondisi, masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya Kabupaten Kuningan secara umum tetap ada rasa keinginan atau kepenasaranan untuk menyekolahkan putra putrinya di sekolah yang dikehendaki (sebut saja dulu
sekolah pavorit).

Karena image atau stigma sekolah pavorit masih saja melekat di masyarakat. terlebih bagi masyarakat yang memiliki putra putrinya yang berkemampuan intelektualnya di atas rata-rata.

Baca Juga: Foto Mantan Ketua PWI Kuningan Diduga Dicatut Untuk Minta Uang ke Korlantas Mabes Polri

Dan hal ini sah-sah saja terjadi di masyarakat, karena secara kodrati tetap saja ada keinginan untuk memilih bahkan untuk berbeda (self esteem) nya antara individu yang satu dengan yang lainnya sehingga tidak aneh apabila untuk mewujudkannya berbagai carapun ditempuh.

Sehingga langsung ataupun tidak berdampak kepada kebijakan dan masyarakat yang lainnya (si itu juga bisa kenapa saya tidak) dan sebagainya, belum bentuk KKN yang lainnya, akhirnya esensi dari zonasipun menjadi berbelok arah bahkan bias.

Disisi lain kebijakan zonasi ini tentunya ada keterkaitan dengan sektor lain,
sehingga memperpanjang dampak yang timbul, sebagai contoh salah satu
pihak/stakeholder yang terkait.

Baca Juga: Ketika Orasi di Kuningan, Dedi Mulyadi Sebut Prabowo Susah Dibawa ke Salon karena Panglima Perang

Sebut saja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang memiliki kefungsian dan kewenangan dalam pelayanan administrasi kependudukan, kemudian ada warga yang mengurus kepindahan alamat/domisili, ya dengan serta merta dilayaninya tanpa tahu akan dipergunakan untuk tujuan apa.

Eh sambung cerita ternyata digunakan untuk mensiasati anaknya agar bisa diterima di sekolah yang diinginkan yang kebetulan berada di luar zona tempat tinggalnya, (baca penjelasan Kadisdukcapil Kab. Kuningan, 12 Juli 2023), atau juga ada yang
mengistilahkan numpang alamat dan cara-cara yang tidak lazim lainnya.

Akhirnya muncul kesan ada permainan, ada ikut campur dan bisa disiasati sebagainya. Itulah fenomena atau sisi kurang baik dari kebijakan sistem Zonasi pada PPDB saat ini yang menuai banyak persoalan.

Baca Juga: Bupati Kuningan Instruksikan Lawan Karhutla Demi Keamanan Wilayah

Hal ini wajar terjadi bagi masyarakat yang memiliki putra/putrinya dengan prestasi bagus tetapi domisilinya jauh di luar zonasi yang ditentukan, tetapi yang repot dari kalangan di luar itu yang memaksakan kehendak untuk mensiasati agar anaknya bisa masuk ke zona yang dikehendaki, akhirnya menjadi preseden tidak baik.

Selanjutnya Memperhatikan statemen dari Wabup Kuningan H.M. Ridho
Sugandha, intinya minta pihak terkait agar meninjau/mengevaluasi kembali terhadap
pola Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru untuk SMP, SMA dan SMK karena
menyulitkan siswa (kabarcirebon.com, 12 Juli 2023).

Akhirnya dengan tanpa bermaksud menggurui atau intervensi, sebagai
kapasitas warga masyarakat, secara prinsip saya sependapat dengan beliau (Pak
Wabup Kuningan).

Bahkan kalau bisa kembali saja kepada sistem pasing grade, dimana sangat memungkinkan seorang calon siswa pelanjut ke jenjang pendidikan lebih atas yang mempunyai prestasi memadai akan sangat bisa masuk ke sekolah
yang diinginkannya, dengan dasar pertimbangan;

Pertama; Calon siswa akan terpilih dan terpilah secara capaian prestasi, secara
konsisten dari zona domisili manapun sepanjang memenuhi syarat grade yang telah
ditentukan dan disepakati.

Silakan dan memang harus diterima oleh sekolah yang dituju, sehingga bisa berkesan lebih berkeadilan, sesuai dengan makna “Merdeka” masa kurikulum dan sekolahnya MERDEKA.

Sementara dalam melanjutkan sekolahnya seperti belum merdeka (meskipun pola passing grade juga bukan berarti segalanya) karena setiap polapun tidak lepas dari kurang dan lebih, tetapi paling tidak mendekati unsur konsistensinya lebih bisa dikedepankan.

Kemudian yang kedua; mudah-mudahan dapat menghindari praktek-praktek yang
tidak terpuji seperti dengan mengakal-akali zona dan sebagainya. Sedangkan yang ke tiga, ada dua hal yang harus dihindari yaitu:

1. Untuk pihak sekolah jangan ada anggapan bahwa siswa yang baik akan
terkonsentrasi di beberapa sekolah, meskipun hal ini secara sepintas demikian,
tetapi tidak perlu menjadi persoalan.

Karena melalui perjalanan KBM (Kegiatan Belajar dan Mengajar) tidak menutup kemungkinan akan banyak terbentuk siswa-siswa yang berprestasi (prestasi dalam arti luas mencakup semua sub sistem pembelajaran).

2. Kepada masyarakat tentunya diharapkan dapat mematuhi aturan grade yang telah
ditentukan dan disepakati serta semoga menjadi hikmah tersendiri dengan aspek
tempat tinggal.

Serta dapat menanamkan sikap dan mindset bahwa prestasi anak didik dapat dibentuk/diwujudkan melalui sekolah yang ditempatinya. Insha Allah,
aamiin.

Dapatkan informasi terbaru dan terpopuler dari Kabar Cirebon di Google News

Editor: Iyan Irwandi

Tags

Terkini

Terpopuler