KABARCIREBON - Dampak kemaru melanda sejumlah daerah di Jawa Barat (Jabar) empat Desa, di Kecamatan Bantarujeg dan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka mengalami kesulitan air bersih.
Untuk memperoleh air bersih warga di empat desa tersebut harus rela mengantre di sumber air di Blok Babakansari, Desa Babakansari, Kecamatan Bantarujeg.
Adapun empat desa yang mengalami kesulitan air besih yakni Desa Babakansari dan Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg dan Desa Jagahayu dan Desa Cisalak, Kecamatan Lemahsugih.
Baca Juga: Dialog Rakyat, Anies-AHY Soroti Persoalan Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Rakyat
Berdasrkan keterangan sejumlah warga, krisis air melanda empat desa itu sudah berlangsung sejak tiga bulan terakhir ini.
Air bersih yang biasanya mengalir ke rumah warga dari sumber mata air Curug Mananti, Kecamatan Lemahsugih, tidak dapat naik ke desa mereka.
Dampaknya pipa air berukuran 3 inci diputus di sebiah lembah Blok Babakansari, atau tepatnya di pinggir jalan sebelum Jembatan Cilutung.
Baca Juga: Anggota DPR RI Bambang Hermanto Bentuk Banyak Relawan untuk Teruskan Program Kerja ke Masyarakat
Dari pipa tersebut warga pada empat desa harus rela mengantri untuk bisa mengambil air atau mencucu pakaian dan peralatan rumah tangga.
Diungkapkan Nasah, Garinah dan Dodo warga Babakansari, warga di sejumlah desa akhir-akhir ini banyak yang mengatre untuk mendapatkan air serta mencuci sejak pagi hingga tengah malam.
Beberapa diantaranya ada juga yang mengambil air dengan menggunakan jeriken berukuran 20 literan yang diangkut dengan menggunakan sepeda motor.
Baca Juga: Penerima PIP Kemendikbud Tahap 2 Agustus 2023 Cair Rp1 Juta, Ini Syarat dan Ketentuannya
Bagi mereka yang memiliki kendaraan dan teron besar, banyak juga yang mengambil air dengan menggunakan teron berisi 500 hingga 1.200 liter yang diangkut dengan kenaraan bak terbuka.
Dodo dan Indra misalnya, masing-masing membawa dua toren kapasitas 500 dan 1.000 liter dan sejumlah jeriken yang diangkut dengan kendaraan bak terbuka.
Mereka mengaku tiap hari mengambil air dengan alasan air sebanyak itu habis dalam satu hari
Baca Juga: Pastikan Berjalan Baik, Sekda Kuningan Monitoring Pilkades
Untuk mengalirkan air dari pipa ke toren yang disimpan di atas kendaraan ditarik dengan mesin pompa air berkapasitas 6 inci.
Setelah toren dan jeriken hingg galon air mineral terisi penuh mereka baru melepas pipa dan mematikan mesin.
“Torennya kami beli mendadak karena tahun ini krisis airnya lumayan parah. Biasanya musim kemarau air dari pipa ini yang dialirkan ke semua rumah di Bantarujeg masih bisa mengalir,"
"Sekarang benar–benar mati. Makanya pemerintah desa memutuskan untuk dipotong di sini agar bisa dimanfaatkan semua warga,” ungkap Indra.
Nasah dan Garniah mengaku, karena tidak memiliki toren besar akhirnya setiap hari mencuci di tempat tersebut.
Setelah selesai mereka dijemput keluarganya karena jarak dari rumah dengan sumber air mencapai kurang lebih 1 km dengan kondisi jalan menurun dan pulang menanjak.
Baca Juga: Di Kuningan, Pilkades Serentak 2023 Ada yang Meninggal Dunia di TPS Setelah Nyoblos
“Keluarga saya mengambil air pakai jeriken beberapa kali mengambil diangkut sepeda motor. Sekali angkut tiga jeriken isi masing–masing 20 liter, itu khusus untuk mandi karena mencuci dibawa langsung ke sini,” ungkap Garniah.
Karena hanya satu sumber air, maka tempet tersebut menjadi ramai setiap pagi ini hari hingga tengah malam. Maklum yang mengambil air berasal dari empat desa.
“Sejak pukul 03.00 WIB sudah banyak yang berdatangan, baru sepi setelah pukul 24.00 WIB. Kalau siang mah ramai terus yang mengambil air ,” cerita Nasah.
Baca Juga: Orang Sunda Jangan Selalu Mengalah Tapi Harus Berani Melawan Demi Tegaknya Kebenaran
Kesulitan air dialami pula oleh masyarakat di Desa Lemahputih, namun tidak separah di Bantarujeg.
Sumber mata air yang berasal dari Cigorowong menuru Jaja dan Dudu kini menyusut sehingga air ke rumah–rumah penduduk sering terhenti mengalir.
Karena air yang kerap tersendat maka aktivitas di rumah pun seperti mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga sering terganggu sambi menunggu air mengalir.
Baca Juga: Bupati Kuningan Acep Purnama Disebut ‘PHP’ JLTS oleh Ketua DPC Partai Demokrat Lili Suherli
“Sekarang mah tanaman juga tidak tersiram karena jangankan untuk menyiram tanaman, untuk mandi dan mencuci juga susah,” ungkap Dedah seorang ibu rumah tangga.
Sejumlah masyarakat menyadari betul saat ini gunung yang basanya mengalirkan air melalui sungai kini menyusut karena lahan di pegunungan dijadikan area perkebunan sayuran.
Suhu udara yang biasanya pada pukul 08.00 WIB masih dingin kini suhu udara pun naik.(Tati/KC).***
Dapatkan informasi terbaru dan populer Kabar Cirebon di Google News.