Ribuan Santri Ponpes Gedongan Diajak untuk Paham Psikologi Islam

14 Januari 2024, 21:00 WIB
Dalam rangkaian Haul ke-93 KH Muhammad Sa’id Ponpes Gedongan, digelar seminar nasional psikologi Islam. /Ismail Kabar Cirebon /

KABARCIREBON - Ribuan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongan, Kabupaten Cirebon, diharuskan tak hanya memahami ilmu agama, tetapi mereka juga diajak untuk memahami tentang psikologi Islam.

Untuk itu, dalam rangkaian Haul ke-93 KH Muhammad Sa’id Ponpes Gedongan, ribuan santri setempat turut hadir dan belajar dalam seminar nasional psikologi Islam yang mengambil tema 'Penguatan Dimensi Spiritual dalam Kegalauan Sosial Global', di halaman utama Masjid Agung Ponpes Gedongan, Minggu (14/1/2024).

Dalam kesempatan itu, narasumber sekaligus salah satu pengasuh di Ponpes Gedongan, KH Taufikhurrahman Yasin menyampaikan, dalam bahasa Arab manusia disebut 'basarun' karena manusia punya perasaan yang sensitif seperti sensitifnya kulit yang menempel dengan benda-benda lain.

Baca Juga: Pj Bupati Majalengka:Tingkatkan Kunjungan, Kawasan Wisata di Kabupaten Majalengka Perlu Sentuhan & Daya Dukung

Kemudian, kata dia, manusia juga disebut mar’ul atau ingin serba terlihat. Manusia menurutnya sering narsis. Selain itu, manusia pun disebut juga 'insanun' karena manusia sering lupa, termasuk lupa terhadap dirinya sendiri. Manusia juga, katanya, disebut 'insun' karena dia individualis.

Yang pasti adalah, kata Kiai Taufik, manusia harus memiliki pegangan hidup. Bahkan, dari sejak dulu sampai sekarang banyak sekali macamnya. Kalau dalam Islam, kata dia, pada masa-masa Platonisme telah merusak pemikiran orang Islam yang kemudian lahirlah kajian ilmu tauhid. Serta didukung oleh keilmuan berikutnya.

“Maka santri-santri Ponpes Gedongan harus paham ilmu filsafat dan harus paham ilmu psikologi,” kata Kiai Taufik.

Baca Juga: Ini 20 Alamat Apotek yang Siap Melayani Warga Kota Cimahi, Coba Kunjungi Apotek Bekat dan Apotek Shafa

Ia melanjutkan, manusia juga sering sekali memandang realitas dengan pandangan pinggiran eksistensinya, bukan pandangan subtansial. Seolah-olah kata dia, agama itu tidak ada gunannya. Maka ia pun mengajak semua santri untuk terus mengaji.

“Dengan membaca realitas ilahiyah, basyaraiah dan sosial. Jangan menjadi manusia sekarep dewek. Dan jiwa-jiwa manusia masih sangat rentan dengan gangungungan sosial. Tapi jiwa itu bisa stabil kalau memahami Al-Quran,” katanya.

Narasumber lainnya, Gus Muhammad Shobbah Musthofa Aqil menjelaskan, Allah telah menciptakan manusia bermacam-macam dari jiwa yang satu. Secara akal kalau dari satu jiwa diciptakan maka semua rupanya akan sama dengan Nabi Adam. Tapi yang menjadi titik satu jiwa ini, diciptakan manusia dengan segala kompleksitasnya, dengan segala macam perbedaannya. 

Baca Juga: Ini 20 Alamat Kedai Pecel yang Terkenal di Kabupaten Tangerang, Coba Cicipi Pecel Bu Lin BSD dan Pecel Salepo

Dalam ilmu maqulat, kata Gus Shobbah, segala sesuatu yang eksis terbagi menjadi dua. Pertama ada yang wujud didahului ketiadaan, kemudian dia ada yang dinamakan hadits atau baru. Kedua, sesuatu yang eksis tapi tidak diadahului oleh ketiadaan atau qodim, yakni dahulu yang tidak memiliki permulaan.

“Maklhuk atau yang baru ada dua macam, pertama jauhar atau etintas substansial, yakni yang menempati ruang dan tempat. Kedua al-arod atau entitas aksidensial, yakni yang menghinggapi sesuatu yang menempati pada ruang bawah,” ungkapnya.

Jadi, menurutnya, perbedaan-perbedaan yang kompleks ini sudah diciptakan Allah sejak permulaan. Allah mengerti sampai detail diciptakannya manusia.

Baca Juga: Ini 20 Alamat Kedai Pecel yang Terkenal di Kabupaten Nganjuk, Ada Pilihan Pecel Bu Wahyu dan Pecel Bu Jum

“Maka perbedaan itu sunnah ilahiyah,oleh karena itu perbedaan ini tidak boleh menjadi alasan untuk bertikai dan bercerai-berai,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, nilai yang paling utama dan penting dari manusia adalah jiwanya. Karena jiwa ini, lanjut dia, yang dapat mengkonfigurasi atau mengatur tubuh manusia. Artinya, kata Gus Shobbah, akal tidak bisa mengatur tubuh, tapi yang mengatur anggota tubuh adalah jiwa.

“Maka di dalam Islam, jiwa manusia ini didorong terus untuk melakukan hal-hal yang baik,” katanya.

Baca Juga: 1.001 Mahasiwa UGJ Cirebon Diwisuda, Inilah 7 Wisudawan Peraih IPK Tertinggi

Rihab Said Aqil yang juga menjadi marasumber dalam seminar tersebut menjelaskan, modernitas telah banyak mengubah gaya hidup, mindset atau pola pikir, serta memodifikasiperilaku umat manusia secara global. Munculnyagerakan post-modernisme yang berupaya kerasmendobrak pola-pola modern karena dianggap telahmembawa banyak kerusakan dan dehumanisasi, rupanyatidak banyak memperbaiki kondisi. 

“Mengapa bisa demikian? Jawabannya, karena di saat yang sama, revolusi teknologi digital dan informasi atau yang akrab dengan sebutan era 4.0, kian menguasai kehidupan umat manusia dan menjalar hingga hampir kekeseluruhan sendi. Digitalisasi telah merangsek menyelimuti wacana politik, ekonomi, pendidikan, budaya, ekologi, dan lain sebagainya,” kata Rihab.

Sementara itu, Ketua Panitia Haul ke-93 KH Muhammad Sa’id Ponpes Gedongan, KH Ahmad Marzuki Hasanuddin meberharap, kegiatan tersebut bisa manfaat dan sosok-sosok narasumber itu bisa menjadi inspirasi bagi para santri semuanya.

Baca Juga: Komisi IV Menduga Ambruknya Ruangan SMPN 2 Greged Kabupaten Cirebon, Lantaran Spesifikasi Bangunan Tak Sesuai

“Karena Kiai Taufik sudah melanglang buana ke negeri Baghdad, Nyai Rihab dan Gus Shobbah juga sudah melanglang buana ke Mesir,” katanya.(Ismail)

Editor: Fanny Crisna Matahari

Tags

Terkini

Terpopuler