Hal Tak Biasa Terjadi di Desa Leuwilaja Majalengka, Tetabuhan Genjring Laki-Laki: Jadi Tradsi Mapag Pengantin

6 Maret 2024, 15:32 WIB
Kesenian genjring di Desa Leuwilaja masih bertahan sebagai penjemput pengantin sejak jaman dulu /Foto/Tati/KC/

KABARCIREBON - Pada umumnya di kalangan masyarakat jika menjemput pengantin atau orang sunda disebut mapag pangantin, dilakukan dengan lengser diiringi para penari melalui upacara adatnya dengan dandanan yang menarik

Berbeda dengan yang dilakukan masyarakat Desa Leuwilaja, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, mapag pengantin biasa dijemput oleh tabuhan genjring yang para penabuhnya semua laki – laki dan sudah berusia diatas 45 tahun, berkopiah dengan sandal yang beragam.

Tradisi ini menurut keterangan warga setempat, dilakukan turun temurun sejak nenek moyang mereka, yang hingga kini masih terus berjalan dan tidak mengenal orang kaya ataupun orang dengan status ekonominya biasa - biasa saja.

Baca Juga: Ini 20 Alamat Kedai Soto yang Populer di Ungaran Semarang, Coba Cicipi Soto Ndanakusuman dan Soto Cakrawala

Menurut keterangan Iwan Abe Sapawi, kelompok yang biasa menabuh genjring dan mapag pengantin ini adalah Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) Al Mubin, Desa Leuwilaja, atau grupnya dikenal Genjring Buhun Al Mubin.

“Dinamakan genjring buhun karena irama dan ketukannya berbeda dengan hadroh atau marawis.” ungkap Iwan.

Menurutnya, jumlah personil genjring ini sebanyak 15 orang, kesemuanya berusia antata 45 tahun hingga 60 tahun, termasuk yang mendorong pengerasan suara atau memilkul anjing – anjing.

Baca Juga: Rekapitulasi Suara Tingkat Kota Cirebon Selesai

“Penjemputan pengantin laki - laki ini jaraknya 100 meter dari rumah pengantin perempuan. Semua personil penambuh genring sudah berada di tempat sebelum pengantin laki – laki datang. Mereka sudah menabuh genrring lebih awal.” ungkap Iwan.

Begitu pengantin laki – laki datang bersama pengiring lainnya, semua berhenti dekat penambuh genjring, setelah itu baru dipersilahkan untuk melaju dengan berjalan kaki, sedangkan penambuh genjring berada di paling belakang. Pengiring ini baru berhenti dekat panggung lokasi hajatan, setelah semua pengiring pengantin masuk ke panggung dan duduk di kursi yang telah disiapkan.

“Lagunya soalwatan saja tidak ada yang lain,” ungkap Iwan Abe.

Baca Juga: H. Ujang Kosasih Rekor Suara Terbanyak se-Kuningan, Ini Daftar Caleg PKB yang akan Dilantik Jadi Dewan

Grup genjring Al Mubin dipimpin Ust Qusyaeri yang juga Ketua DKM setempat, personilnya antara lain Ust Ibrohim, H Alex.

Menurut mereka untuk mapag pengantin ini tidak pernah memasang tarif, namun pemilik hajat memberikan uang seiklasnya, ada yang Rp 300.000, ada juga yang mencapai Rp 500.000. Uang tersebut tidak pernah diedarkan namun menjadi uang kas yang pemanfaatannya untuk menganti atau memperbaiki genjring atau membeli seragam jika seragam sudah subur.

“Ini hanya untuk mempertahankan tradisi yang kami jaga dari warisan karuhun kami dulu. Kebetulan juga di wilayah kami masyarakatnya masih bersedia mempertahankan budaya ini, mapag pengantin dengan genjring,” ungkap Qusyaeri.

Baca Juga: Ini 20 Alamat Kedai Soto Langganan Warga Kabupaten Mandailing Natal, Cobain Soto Agian dan Soto Natasya

Selain itu sering juga diminta masyarakat untuk mengiringi kegiatan keagamaan seperti aqiqah, sholawatan dan marhabaan pada acara – acara peringatan hari besar Islam.

“Personilnya semua sudah tua, tidak ada anak muda, mereka mungkin belum siap belajar, mereka tentu lebih menyukai alat musik modern. Tapi meski banyak anak muda dan lebih menyukai musik modern, kalau mapag pengantin tetap dengan genring,” ungkap Qusyaeri.

Hanya diapun tak mengetahui entah sampai kapan kesenian genjring yang kini dilakoni bersama sahabat - sahabatnya akan bertahan.

Baca Juga: Sejumlah Harga Kebutuhan Pokok Jelang Ramadhan di Kota Cirebon Merangkak Naik, Daging Ayam Naik Paling Tinggi

“Mudah – mudahan saja ada yang melanjutkan setelah kami semua tak bisa lagi menabuh,” ungkap Ibrohim.***


Kelompok seni penabuh genring Al Mubin, Desa Leuwilaja, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka tengah mengring pengantin laki - laki yang dijemputnya sejauh 100 meteran dari rumah pengantin perempuan. Kesenian genjring di Desa Leuwilaja masih bertahan sebagai penjemput pengantin sejak jaman dulu

 

Editor: Epih Pahlapi

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler