Aiko Hashizume yang sedikit paham berbahasa Indonesia karena pernah pengajar di sebuah SMA di Bandung mengungkapkan ketertarikannya mendatangi Blok Kaputren dari media sosial juga media online.
Dia mengagumi bagaimana Pemerintah Indonesia memberikan dukungan terhadap masyarakat serta tradisi dan industri kreatif. Selain itu, Pemerintah Indonesia memberikan kebebasan berpendapat bagi masyarakatnya.
Sehingga tradisi leluhur masih tetap hidup di masyarakat, seperti halnya babarit (hajat ngayun saat bayi baru lahir), mipit (upacara jelang panen), munjung (berdoa jelang musim tanam), ngaruat, nyusuk lembur, sedekah bumi dan sebagainya.
Ketika bicara soal tradisi lainnya seperti lamaran, tunangan bagi yang akan melangsungkan pernihakan, sudah tidak ada lagi.
Selain itu, komunikasi dan silaturahmi antar tetangga masih terjaga, saling memberi dan mengasihi, bahkan masih bisa berkumpul berdialog di area terbuka tanpa harus ada izin atau membeli tiket khusus kepada pihak panitia penyelenggara.
Angka kelahiran juga tidak seketat di Jepang, karena di Indonesia masih banyak yang memiliki anak lebih dari dua orang, sedangkan di negaranya angka kelahiran sangat dibatasi maksimal dua karena biaya hidup yang tinggi, sehingga menjaga jangan sampai anak menjadi telantar.
Baca Juga: Kuasa Hukum PGH Minta Aktor Intelektual di Kasus Laporan Kehilangan STNK Ditangkap
“Di negara kami di Jepang tingkat kelahiran sedikit, sebab di Jepang biaya hidup besar walapupun sudah dibantu Pemerintah,” ungkap Aiko yang pada tahun 2018 pernah mengajar di sebuah SMA di Bandung.