Hasil BM Kubro, Alokasi Dam Jemaah Haji ke Tanah Air Diperbolehkan

- 25 Agustus 2023, 07:44 WIB
KH Musthofa Aqiel saat jumpa pers menyampaikan hasil BM Kubro yang dilakukan LBM PWNU Jabar, di Ponpes KHAS Kempek Cirebon, Kamis (24/8/2023) sore.
KH Musthofa Aqiel saat jumpa pers menyampaikan hasil BM Kubro yang dilakukan LBM PWNU Jabar, di Ponpes KHAS Kempek Cirebon, Kamis (24/8/2023) sore. /Ismail Kabar Cirebon /

KABARCIREBON - Hasil Bahtsul Masail (BM) Kubro yang dilakukan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar), alokasi hadyu atau dam dan kurban jemaah haji ke tanah air diperbolehkan. 

Dalam jumpa pers hasil BM Kubro yang disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren (Pones) KHAS Kempek Cirebon, KH Mustofa Aqiel mengatakan, dari pertanyaan bagaimana pandangan fikih tentang distribusi hadyu ke luar tanah Haram dan Saudi Arabia? Terdapat beberapa jawaban.
 
Pertama, kata dia, bila penyembelihan hadyu atau dam juga dilaksanakan di luar tanah haram, maka ulama al-mazhahib al-arba’ah sepakat tidak memperbolehkan. Kedua, bila penyembelihan hadyu atau dam dilaksanakan di tanah haram, maka terdapat ikhtilaf perbedaan pendapat ulama.
 
 
Yakni, kata, kiai yang juga Ketua Umum Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) ini, menurut mazhab Syafii dan Hanbali, tidak diperbolehkan, karena hadyu atau dam wajib ditasarufkan atau diserahkan kepada orang miskin tanah haram. 
 
"Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, diperbolehkan," katanya.
 
Kiai Musthofa melanjutkan, dari hasil kajian tersebut, LBM PWNU Jabar memberikan catatan dan rekomendasi, pertama berpijak dari pendapat yang memperbolehkan, Pemerintah dalam menangani distribusi daging hadyu atau dam wajib secara transparan, terstruktur, tepat sasaran dan tidak ada unsur kapitalisasi.
 
 
Kedua, Pemerintah wajib menunjuk auditor yang jujur serta bekerja sama dengan KPK agar tidak ada penyelewengan. 
 
"Ketiga program pendistribusian daging hadyu atau dam ke tanah air supaya tidak berefek pada kenaikan biaya haji," ungkapnya.
 
Kemudian, jika program ini sudah dijalankan yakni alokasi dam dan kurban jemaah haji ke tanah air, adakah konsekuensi hukum yang diterima jemaah haji sebab program tersebut? Jawabannya, kata dia, pembayaran dam atau hadyu jemaah haji tetap sah secara syariat.
 
 
"Dengan mengikuti salah satu pendapat al-mazhahib al-arba’ah sebagaimana uraian jawaban di atas," kata Kiai Musthofa, saat jumpa pers, Kamis (24/8/2023) sore.
 
Diberitakan sebelumnya, haji tamattu’ adalah pilihan mayoritas jemaah haji dari Indonesia, dibandingkan ifrod dan qiran. Hal ini disebabkan jeda waktu keberangkatan dan hari Arafah yang cukup panjang bagi jemaah dari Indonesia, memilih haji tamattu’ akan lebih meringankan jemaah haji.
 
Sebab, mereka tidak harus menghindari larangan ihram dalam durasi yang lama dan tentunya melelahkan. Praktik haji secara tamattu’ sendiri mewajibkan pelaksananya membayar dam, kecuali ia merupakan penduduk Makkah atau keluar dari tanah haram sebelum mengambil ihram untuk haji, yang mana hal ini sangat jarang dilakukan oleh jamaah haji Indonesia.
 
 
"Dengan banyaknya jemaah haji tamattu’ dari Indonesia tentu dam yang dibayarkan juga sangat banyak jumlahnya," kata Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz.
 
Ia menyebutkan, jumlah seluruh jamaah haji Indonesia setiap tahun mencapai 250.000 orang. Maka, jika harga perkambing di kisaran Rp 2.500.000 dikalikan jumlah jemaah haji Indonesia, hasilnya mencapai Rp 625.000.000.000.
 
"Jika 625 miliar masuk ke Indonesia itu sangat bermanfaat sekali buat rakyat yang miskin. Jumlah 625 miliar itu baru Dam saja. Belum menghitung kurban, hadyu dan lain-lain," ujar Kiai Afif.(Ismail)

Editor: Fanny Crisna Matahari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah