Berbeda dengan Didi, dia terpaksa langsung menjual hasil panennya karena dikejar utang bekas modal tanam. Bibit dan pupuk, dia mengambil terlebh dulu dari bandar jagung di kampungnya karena tidak memiliki modal.
Baca Juga: Rawan Kemacetan, Pemudik Dihimbau Waspadai Jika Melintasi Sejumlah Pasar di Cirebon
Hanya, dia mengaku beruntung karena ketika panen harga jual masih mahal sebesar Rp 5.000 per kg, sehingga keuntungan masih lumayan besar.
Di Desa Nunuk, hampir seluruh petani menanam jagung varietas hibrida dengan alasan biji lebih besar dan hasil panen lebih banyak.
Di desa tersebut hampir sebagian besar petani bercocok tanam jagung baik di sawah maupun di kebun dan tegalan. Alasanya, bertani jagung setahun bisa dua kali tanam.
Baca Juga: Di Bulan Ramadan, PSAS Desa Semplo Cirebon Kembali Santuni Yatim dan Dhuafa
Sedangkan bertani padi hanya bisa satu kali tanam. Di samping itu hasilnya lebih besar dibanding padi, karena biaya pemeliharaan juga jauh lebih murah.
“Di kami sudah jarang yang menanam padi, semua jagung, hasilnya lebih besar. Makanya sekarang ini banyak petani yang membeli beras ke kota,” kata Aliah.
Salah seorang bandar jagung Wismayana menyebutkan, terus merosotnya harga jagung pipilan kering karenasaat ini dihampor semua wilayah sudah mulai panen raya, wajar jika harga terus turun.
Baca Juga: Salat Idulfitri di Kota Cirebon Dipusatkan di Alun-alun Kejaksan