“Permintaan pasar tinggi tapi, pekerja sulit apalagi jika musim tanam, karena banyak yang ke sawah. Para pekerja di sini mengerjakan anyaman kesetnya sampingan karena mungkin upahnya murah,” kata Nanang.
Upah untuk pembuatan satu anyaman keset kain menurut Nanang hanya sebesar Rp 2.000 saja, jika dibanding bekerja ke sawah upah yang diperoleh sangat jauh sehingga para pekerja saat musim tanam atau mengolah lahan lebih memilih ke sawah.
Upah murah menurut Nanang, karena harga jual kesetnyapun sangat murah hanya dijual seharga Rp 7.500 per buah atau 150.000 per kodi.
Sedangkan untuk bahan baku menurut Nanang, mudah diperoleh karena kebetulan di Majalengka sekarang ini banyak pabrik garmen. Di sana banyak limbah kain yang tidak dimanfaatkan dan limbahnya di jual sengan harga murah.
Nanang sendiri mulai menjadi perajin keset berawal dari coba – coba mengisi waktu senggangnya yang kebetulan di rumahnya berjualan kelontongan. Ketika ada waktu luang dia menganyam keset dan menjualnya di toko miliknya.
Baca Juga: 5 Sekda di Jabar mengikuti Goderdar Turut Meriahkan Porpemda XV
Hasil anyaman keset dari limbah kain ternyata laku dijual, hingga akhirnya dia mengembangkan usahanya dengan menjual ke sejumlah toko barang pecah belah di Kota Majalengka yang ternyata juga laku.
Karena barang yang diproduksinya laku, Nanang berupaya profesional meningkatkan usaha keset berbahan limbah kain.
Pemasaran keset produksinya baru berada di dalam kota Majalengka belum dulakukan ke luar kota karena jumlah produksi yang masih rendah.