Anak Indonesia Melewati Tantangan Menggapai Harapan

- 22 Juli 2022, 16:41 WIB

Kemudian siapa yang bertugas melakukan perlindungan anak, sudah pasti jawabannya adalah orang tua mereka dan orang-orang dewasa di rumah tempat mereka bertinggal. Seto Mulyadi atau yang lebih dikenal Kak Seto selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menyatakan bahwa perlindungan anak merupakan tugas orang dewasa untuk selamanya. Orang dewasa diharapkan tidak pernah merasa lelah, tidak mengeluh dalam konteks perlindungan anak. Keluarga terdekat dalam upaya perlidungan anak adalah tetangga sekitar rumah mereka. Penguatan keluarga dan pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan perlindungan anak. Orang tua harus menjadi pelindung anak yang paling utama, bukan orang yang melakukan kekerasan apalagi menelantarkan anak. Melindungi anak perlu dilakukan bersama-sama dari berbagai unsur yaitu orang tua, guru, masyarakat, polisi, pemerintah, media dan elemen lain.

Jika tidak ada jaminan perlidungan maka anak tidak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal. Di setiap daerah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) di bawah kementerian terkait, yang dibentuk oleh pemerintah berbasis masyarakat secara teknis dapat berupa Pusat Pelayanan Terpadu (PPT). Pengaduan tentang berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan dapat dilaporkan, kemudian ditindaklanjuti dengan tetap menjaga kerahasiaan pelapor dan masalah. Fenomena tentang belum optimalnya perlindungan anak di masyarakat diantaranya masih ada pekerja anak, kekerasan terhadap anak, perkawinan dini, putus sekolah, dan diskrimasi anak (membedakan status orang tua, perlakuan berbeda pada yang orang tuanya ODHA, kekerasan seksual dsb.). Jika anak merasa aman dalam kehidupannya dia akan dapat bersosialisasi dengan baik, dapat mengukir prestasi dan jangka panjangnya dia akan menjadi generasi penerus yang menguatkan bangsa.

 Peduli di masa pandemi

Melihat dari definisi anak, maka anak berusia 0 – 18 tahun merupakan balita, siswa PAUD sampai siswa SMA sederajat. Sejak berawalnya pandemi Covid-19 sampai saat ini pembelajaran dileksanakan dengan cara daring (dalam jaringan) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pertemuan dengan guru boleh dikata tidak ada atau kalaupun ada dalam frekuensi yang sangat minim. Sudah tentu hal ini merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi anak maupun orang tua. “Tetap tinggal di rumah saja” demi keselamatan membuat anak praktis tidak berkomunikasi secara langsung dengan guru dan temannya. Kebebasan bermain juga hilang. Anak-anak menerima materi pelajaran secara online, tentu saja ini merupakan problem baru untuk keluarga dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Pengadaan smartphone serta tersedianya kuota menjadi tuntutan utama untuk pembelajaran daring.

Pembelajaran daring yang telah berlangsung selama 2 tahun pelajaran, menimbulkan banyak keluhan dari orang tua, karena berakibat pada psikologis anak sedikit terganggu akibat dari merasa bosan terlalu lama tinggal di rumah dan ingin bersekolah. Orang tua sangat berperan dalam hal mendampingi anaknya belajar di rumah, sementara tidak semua orang tua dapat melakukannya dengan baik. Tetapi minimal perhatian, dukungan dan kepedulian orang tua pada pembelajaran daring ini diharapkan dapat dimiliki oleh setiap orang tua yang mempunyai anak. Orang tua harus pandai membuat situasi rumah itu hangat dan menyenangkan serta tetap menjaga protokol kesehatan di lingkungan terkecil yaitu rumah. Dalam kondisi ekonomi yang serba sulit orang tua tetap harus memperhatikan asupan makanan sehat kepada keluarga termasuk anak, dan seperti yang sering disampaikan pada sosialisasi tentang gizi, bahwa makanan sehat itu tidak harus mahal.

Halaman:

Editor: Alif Kabar Cirebon


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah