Mayoritas Pegiat Sejarah Sepakat Usia Cirebon 653 Tahun Direvisi

- 13 November 2022, 20:39 WIB
Puluhan pegiat sejarah foto bersama usai menggelar Forum Grup Diskusi terkait
Puluhan pegiat sejarah foto bersama usai menggelar Forum Grup Diskusi terkait

KABARCIREBON- Puluhan pegiat sejarah menggelar diskusi meninjau kembali Perda Hari Jadi Cirebon No. 24 tahun 1996 yang menjadi dasar ditetapkannya usia Kota Cirebon.

Mayoritas para pegiat sejarah sepakat perda tersebut direvisi karena mengacu pada peristiwa sejarah yang perlu diluruskan. Menurut mereka, usia Cirebon yang pada pada tahun 2022 ditetapkan 653 perlu diluruskan.

Pendapat para pegiat sejarah itu mengemukan dalam Forum Forum Grup Diskusi atau Diskusi Terpumpun di Ball Room Hotel Prima, Minggu, 13 November 2022. FGD digelar Disbudpar dengan tema "Tinjauan Sejarah Hari Jadi Cirebon".

Diskusi dibuka Kepala Disbudpar Agus Sukmanjaya yang mewakili Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis. Hadir dalam diskusi itu, Anggota DPRD Kota Cirebon Edi Suripno, Kepala Disbudpar Kabupaten Cirebon Deni Nurcahya.

Sedangkan para pegiat sejarah yang hadir yakni Raden Subagja Martawijaya, Raden Chaidir Susilaningrat, Mustaqiem Asteja, Pangeran Handi Raja Keprabon, Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat dari Keraton Kasepuhan.

Kemudian, drh. Bambang Irianto, Jajat Sudrajat, Mukhtar Zaedin, Saeful Badar, Farikhin yang mewakili Keraton Kanoman, Ketua PWI Cirebon Muhammad Alif Santosa, dan puluhan pegiat sejarah lainnya.

Diskusi diawali dari kajian pegiat sejarah, Raden Subagja Martawijaya yang sejak lama mengkritisi kekeliruan usia Cirebon. Menurutnya, pemerintah kota, dalam perda No.24 tahun 1996 menjadikan peristiwa babat alas yang dilakukan Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana atau Pangeran Walangsungsang sebagai acuan dalam menetapkan hari jadi Cirebon.

Jika pemerintah kota menetapkan hari jadi Cirebon tahun 2022 adalah 653 maka peristiwa babat alas yang menjadi cikal bakal lahirnya Cirebon terjadi pada tahun 1369 Masehi.

Sementara berdasarkan Kitab Carita Purwaka Carabun Nagari (CPCN), Pangeran Walangsungsang atau Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana lahir tahun 1423 Masehi. Dan pada tahun 1442 Masehi, Pangeran Walangsungsang berguru kepada Syekh Datul Kahfi.

"Tiga tahun kemudian Pangeran Walangsungsang diperintahkan untuk membuka padukuhan atua perkampungan atau babad alas. Artinya, peristiwa babat alas terjadi pada tahun 1445 Masehi bukan 1369 Masehi," kata Subagja.

Subagja dan beberapa pegiat sejarah lainnya seperti Mustaqiem Asteja sudah menelusuri yang menjadi rujukan Perda No. 24 tahun 1996 yakni buku karya P.S. Sulendraningrat dalam Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli Terbitan “Pusaka” Tjirebon cetakan ke dua (1968), dan ketiga (1972).

Dalam Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli cetakan kedua (1968, hal 12-16) dijelaskan lahirnya Cirebon terjadi pada Ahad Kliwon 1 Sura tahun 1302 Jawa/1389 M/791 Hijriah.

Namun tidak selesai sampai di situ, kitab tersebut pun direvisi kembali oleh P.S. Sulendraningrat dalam nukilan Sedjarah Tjirebon Asli cetakan ketiga pada tahun 1972. Kitab tersebut direvisi merujuk pada Kitab Carita Purwaka Caruban Nagari.

"Isinya telah di “Herziend” atau ditinjau kembali secara keseluruhan dan distandarkan kepada kitab Carita Purwaka Caruban Nagari)," katanya.

Pada halaman 14 ditulis, pendirian Cirebon terjadi pada Ahad Kliwon 1 Sura tahun 1445 Masehi. Artinya, PS Sulendraningrat saja sudah tiga kali merevisi, tapi kenapa Perda No. 24 tahun 1996 ini masih menjadikan Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli Terbitan “Pusaka” Tjirebon cetakan ke dua (1968) yang keliru itu sebagai rujukan.

Menurut Raden Subagja, usia Cirebon berdasarkan CPCN pada tahun 2022, untuk kalender Masehi 2022-1445 yakni 577 sedangkan untuk kalender Hijriyah 1444-849 yakni 595. Dan tanggal 1 Muharram 849 Hijriah jika dikonversi sama dengan 18 Apri 1445 Masehi.

Kemudian, jika bicara Kota Cirebon maka berbeda dengan hari lahir Cirebon. Menurutnya, Kota Cirebon lahir pada tahun 1906. Hal tersebut dibuktikan dengan terbitnya dua buah buku berjudul Gedenkboek Der Gemeente Cheribon 1906-1931, memperingati ulang tahun perak Kota Cirebon yang terbit tahun 1931.

Dan buku peringatan 50 tahun Kota Besar Tjirebon 1906-1956 (Buku Peringatan Ulang Tahun Emas Kotapraja Cirebon ) yang terbit tahun 1956.

Kajian yang disampaikan Raden Subagja mendapat apresiasi dari para pegiat sejarah. Mayoritas para pegiat sejarah setuju dan sepakat Perda No. 24 tahun 1996 direvisi. Namun, ada sejarawan yang berbeda pendapat yakni Mukhtar Zaedin.

Dalam forum diskusi itu, Mukhtar Zaedin menilai Perda No. 24 tahun 1996 sudah benar. Karena, ia memiliki tiga sumber yang menyebut peristiwa babat alas terjadi pada tahun 791.

"Perda ini sudah benar, rujukannya babat alas. Dan saya punya tiga sumber yang menyebut peristiwa babat alas itu terjadi pada tahun 791. Jadi, kalau ada kitab lain yang menyebut babat alas terjadi pada tahun yang berbeda, ya pasti demikian. Karena sumbernya berbeda. Jadi bagi saya, sejarah itu interprestasi, tinggal kita menggunakan sumber yang mana," katanya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno mengapresiasi FGD terkait tinjauan sejarah hari jadi Cirebon. "Kami di DPRD itu biasa merevisi bahkan mencabut perda asal dasarnya benar. Jangankan perda, UUD juga bisa diamandemen sepenjang ada konsiderannya," katanya.

Menurut Edi Suripno, hari jadi Cirebon dan hari hadi Kota Cirebon adalah hal yang berbeda dan perlu ditinjau ulang. "Dan saya yakin, teman-teman pegiat sejarah ini memiliki referensi yang kuat untuk menjadi dasar kami dalam merevisi perda hari jadi Cirebon," tambahnya.(Alif/KC)

Editor: Alif Kabar Cirebon


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah