"Akhir tahun ingin sudah kelihatan, agar wisatawan domestik maupun wisatawan luar itu kalau berkunjung ke wisata religi Gunungjati tidak direpotin seperti ditarik-tarik tangganya oleh pengemis, kemudian kotak amal juga bisa dikelola dengan profesional," ungkapnya.
Ia menambahkan, filosofi Kanjeng Sunan "ingsun titip tajug lan fakir miskin" harus dimaknai dengan proporsional. Kemiskinan itu ada, namun pihaknya akan terus berupaya menekannya.
Baca Juga: Sabulangbentor: Keur Ngalaksanakeun Program Kuningan Caang
"Bukan berarti adanya kemiskinan kita harus mengemis. Fakir miskin dipelihara oleh negara itu artinya diberdayakan, dinaik-kelaskan," ujarnya.
Sementara itu, salah satu pengunjung rutin Makan Sunan Gunung Jati, Sukirno Raharjo (45 tahun) mendukung langkah pemerintah daerah dalam melakukan penataan kawasan wisata religi tersebut.
Namun, ia meminta agar penertibannya dari mulai parkir liar, pengamen, pengemis, pedagang kaki lima, harus benar-benar dilakukan.
"Penertibannya jangan sebatas seremonial saja. Parkir liar, pengamen, pengemis, pedagang harus benar-benar ditertibkan juga," harapnya.(Ismail/KC).***