KABARCIREBON - Sebagian besar masyarakat di Negara Indonesia, kemungkinan besar mengira bahwa kebiasaan kegiatan halal bihalal paska Lebaran Idul Fitri setiap tahunnya berasal dari tradisi kebudayaan Negara Arab Saudi. Padahal di negara lahirnya Nabi Muhammad SAW, justru tidak ada kegiatan tersebut.
Orang-orang Arab Saudi tidak mengenal istilah halal bihalal. Hal itu telah dibuktikan oleh Ustad Kondang asal Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan, K.H. Oban Sobani ketika menjalankan ibadah haji beberapa tahun lalu karena dirinya penasaran dengan kegiatan halal bihalal yang sudah membudaya di Indonesia termasuk kota kuda.
Saat itu, ia sempat bertanya kepada rakyat Negara Maroko yang sudah 20 tahun tinggal di Negara Arab Saudi namun tidak mengetaui budaya tersebut. Begitu pula saat menanyakan kepada warga pribumi negara bersangkutan, jawabannya pun sama tidak mengetahui.
"Jadi, bahasa halal bihalal itu adalah Bahasa Arab tetapi orang Arabnya sendiri justru tidak tahu tradisi yang membudaya di kalangan masyarakat muslim Kuningan atau pun di Cibingbin," ujar Ustad Kondang, K.H. Oban Sobani ketika memberikan siraman rohani di acara halal bihalal SMPN 7 Kuningan.
Setelah searching di internet, ternyata diketahui bahwa awal mula kegiatan halal bihalal dicetuskan oleh Bung Karno. Saat itu telah dilaksanakan pemilihan umum (Pemilu) dan kebetulan setelah Lebaran Idul Fitri. Ajudan menanyakan kepada Presiden Pertama Republik Indonesia, nama acara untuk berkumpulnya, apa?.
Lalu, Bung Karno menyebut halal bihalal artinya saling memaafkan. Dari sejak itu, kegiatana halal bihalal membudaya di seluruh daerah di Indonesia baik yang diselenggarakan oleh pemerintahan, kelompok organisasi, perusahaan maupun keluarga.
Sementara itu, istilah Bada yang sering disebut orang Sunda sebagai lebaran Idul Fitri. Tapi asal kata tersebut sebenarnya dari Bahasa Arab, yakni Ba'da artinya sesuai Bulan Suci Ramadan. Sedangkan esenesi Idul Fitri sendiri adalah seperti bayi yang baru lahir tanpa dosa atau kembali ke kesucian.