Mengenal Mbah Kuwu Cirebon, Lahir dengan Nama Walangsungsang Populer dengan Sebutan Cakrabuana

- 6 Januari 2023, 10:10 WIB
Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana pulang dari Mekkah mendirikan Tajug Pejlagaran di Cirebon.
Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana pulang dari Mekkah mendirikan Tajug Pejlagaran di Cirebon. /Youtube wisata religi

KABARCIREBON - Cirebon identik dengan Pangeran Cakrabuana. Namanya diabadikan dengan sebutan Mbah Kuwu Cirebon.

Pangeran Cakrabuana adalah tokoh sentral cikal bakal lahirnya Cirebon. Pangeran Cakrabuana memiliki sejumlah nama yang populer.

Tercatat, ada sekitar 10 julukan nama Pangeran Cakrabuana yang populer di masyarakat. Di antaranya Pangeran Walangsungsang, Pangeran Cakrabumi, Ki Somadullah, Mbah Kuwu, dan H. Abdullah Iman.

Baca Juga: Perbedaan Kalender Tahun Masehi dan Hijriah, Matahari dan Bulan Jadi Patokan, Begini Cara Menghitungnya

Nama kecilnya adalah Walangsungsang. Ia merupakan putra dari seorang raja yakni Raja Sri Baduga Maharaja atau dikenal Prabu Siliwangi.

Prabu Siliwangi adalah Raja Padjajaran. Ia merupakan putra dari Mahaprabu Niskala Wastu Kencana yang lahir 1401 M.

Prabu Siliwangi mengawali pemerintahan zaman Pakuan, Pajajaran Pasundan yang memerintah Kerajaan Sunda Galuh.

Baca Juga: Jelang Laga Semi Final Piala AFF 2022-2023, Indonesia Kontra Vietnam, Ini Rekor Merah Putih Atas Golden Star

Dalam sejumlah catatan sejarah, Prabu Siliwangi memiliki banyak istri. Berdasarkan versi naskah Carita Parahyangan, ada 56 wanita. Namun tidak ditegaskan statusnya sebagai istri atau bukan.

Pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyimas Subang Larang melahirkan Pangeran Cakrabuana. Pangeran Walangsungsang, demikian namanya saat masih kecil.

Dalam buku Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Pangeran Arya Cirebon, Pangeran Cakrabuana lahir pada tahun 1423 Masehi.

Baca Juga: Jika Mempersulit Industri Akan Melestarikan Kemiskinan dan Pengangguran

Walangsungsang terdiri dari dua suku kata walang dan sungsang. Walang adalah belalang. Dan sungsang terbalik. Jadi walangsungsang adalah belalang terbalik.

Menurut sejarawan Cirebon, Mustaqiem Asteja, sebelum Islam masuk ke Tanah Jawa, orang-orang Jawa kuno banyak menggunakan nama hewan untuk sebuah penamaan atau identitas diri.

Seperti Hayam Wuruk, Gajah Mada, Kebo Kanigara dan masih banyak lagi. Diduga, nama Walangsungsang diambil karena saat kecil, Putra Prabu Siliwangi itu menunjukan gerakan sujud, tampak seperti belalang terbalik. Sehingga diberi nama Walangsungsang.

Baca Juga: Sudah Empat Tahun Menjabat, Kinerja Sekda Kuningan Dievaluasi

Pendiri Komunitas Pusaka Cirebon Kendi Pertula, Raden Chaidir Susilaningrat meyakini Pangeran Walangsungsang belajar Islam sejak kecil.

Sebab, ibunya adalah Nyi Mas Subang Larang, seorang wanita yang solehah. Nyi Mas Subang Larang merupakan santriwati atau murid seorang ulama besar yakni Syekh Quro.

Syekh Quro adalah ulama dari Campa (Kamboja) yang mendirikan pondok pesantren di Karawang. Syekh Quro bernama asli Syekh Hasanudin, ketika pulang dari Makkah diberi gelar ummul Quro dan disebut Syekh Quro.

Baca Juga: Dampak Ekonomi Global, Berefek pada Industri Otomotif Tentukan Target Pertumbuhan Pasar Lebih Tinggi

Syekh Quro mendirikan pondok pesantren di Karawang pada tahun 1340 Saka (1418 M), dan hingga kini pondok pesantren itu masih ada. Lokasinya di Pelabuhan Bunut Kertayasa, sekarang kawasan Karawang Barat.

Nyi Mas Subang Larang sendiri adalah putri raja dari Keratuan atau Kerajaan Singapura. Ayahnya adalah Ki Jumajan Jati atau yang dikenal dengan sebutan Ki Ageng Tapa.

Subang Larang dimaknai sebagai wanita tercantik di Keratuan Singapura. Diibaratkan sebagai permata merah dari Keratuan Singapura.

Baca Juga: Warga Keluhkan, Kamis Malam dan Sore Empat Jam Bunderan Kedawung Cirebon Macet Parah

Lokasi Keratuan Singapura berada di Gunung Jati Cirebon. Karajaan Singapura mengalami puncak kejayaan pada tahun 1401 Masehi. Bekas peninggalan keraton itu masih ada dalam bentuk lawang gede.

Kerajaan Singapura memiliki pelabuhan yang terkenal di dunia. Namanya, Pelabuhan Muara Jati. Pelabuhan ini sering disinggahi pedagang besar dari berbagai negara.

Salah satu negara yang menjalin hubungan baik adalah China dan Arab. Berdasarkan catatan sejarah, Pelabuhan Muara Jati pada awal abad 15 mendapat kunjungan armada besar dari China yang dipimpin oleh Cheng Hwa.

Baca Juga: Warga Keluhkan, Kamis Malam dan Sore Empat Jam Bunderan Kedawung Cirebon Macet Parah

Ki Jumajan Jati atau Ki Ageng Tapa adalah salah seorang putra Ki Gedeng Kasmaya, penguasa Cirebon Girang. Adik Ki Gedeng Kasmaya yaitu Ki Gedeng Surawijaya Sakti, Raja Singapura.

Ia wafat tidak berputra sehingga kedudukannya digantikan oleh keponakannya Ki Gedeng Tapa. Ki Gedeng Tapi juga dikenal sebagai Syahbandar Pelabuhan Muarajati.

Ki Ageng Tapa seorang raja yang tertarik dengan ajaran Islam. Setelah mengenal Syekh Quro, ia pun menitipkan putrinya untuk mendalami agama Islam di pondok pesantren Syekh Quro.

Baca Juga: Dikecam, Aksi Bentangkan Bendera Partai Umat di Masjid At Taqwa, Ini Reaksi Bawaslu Cirebon

Bukan hanya Ki Ageng Tapa, banyak umat Hindu yang tinggal di wilayah kekuasaan Keratuan Singapura belajar ke Syekh Qoro hingga akhirnya memeluk Islam.

Kabar itu terdengar Raja Niskala Wastu Kancana. Ia geram mendengar ada agama baru yang masuk ke wilayah kekuasaannya. Agama itu bernama Islam.

Lalu, Niskala Wastu Kancana atau Anggalarang mengutus Putra Mahkota Raden Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi) bersama para prajurit untuk mengusir Syekh Quro dari Tanah Jawa.

Baca Juga: Dianggap Tidak Mungkin, Kini Warga Kabupaten Cirebon Bisa Bikin SIM Bayar Pakai Sampah

Syekh Quro merupakan ulama besar bergelar Syekh Qurotul'ain, seorang yang arif, bijaksana, hapal Quran, dan ahli Qiro'at. Suaranya sangat merdu.

Syekh Quro masih keturunan dari Sayidina Husen bin Sayidina Ali RA dan Siti Fatimah Rasulullah SAW.

Setibanya di Pondok Pesantren Syekh Quro, Prabu Siliwangi mendengar suara aneh yang belum pernah ia dengar. Suara itu sangat merdu.

Baca Juga: Catur Dharma yang Memberikan Manfaat Bagi Bangsa dan Negara

Itu adalah lantunan ayat-ayat Quran yang dibacakan Nyi Mas Subang Larang. Prabu Siliwangi mengurungkan niatnya mengusir Syekh Quro dari Tanah Jawa.

Prabu Siliwangi merasa lantunan ayat Quran membuat hatinya dipenuhi kedamaian. Ia penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam tentang Islam.

Tak hanya itu, ia juga tertarik dengan Nyi Mas Subang Larang yang membacakan lantuan ayat suci Quran. Singkat cerita, Prabu Siliwangi memutuskan melamar Nyi Mas subang Larang melalui gurunya Syekh Quro.

Baca Juga: Himmaka Cirebon Beberkan Jurus Hadapi Ancaman Resesi di Tahun 2023

Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Keinginan Prabu Siliwangi menikahi Subang Larang ada syarat yang harus dipenuhi.

Berdasarkan cerita rakyat yang beredar, Nyi Mas Subang Larang minta mas kawin lintang kerti jejer seratus atau tasbih yang hanya ada di Mekkah. Syekh Quro meminta Prabu Siliwangi untuk mengambil tasbih itu di Mekkah.

Prabu Siliwangi berangkat ke Mekkah, di sana ia bertemu dengan Ki Jafar Sodik. Melalui Ki Jafar Sodik ia mendapatkan tasbih tersebut.

Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Banyak Buzzer Disponsori Para Penguasa

Tasbih tersebut ia terima setelah membaca dua kalimat syahadat. Tasbih itu ia bawa ke Tanah Jawa sebagai mahar melamar Nyi Mas Subang Larang.

Pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyimas Subang Larang pun berlangsung. Penghulunya yakni Syekh Quro. Dari pernikahan itu, Prabu Siliwangi dan Subang Larang memiliki dua putra dan satu putri.

Yakni Pangeran Walangsungsang, Dewi Rara Santang dan Raden Kian Santang. Ketiganya mendapatkan pendidikan agama Islam dari sang ibu.***

Editor: Muhammad Alif Santosa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x