KABARCIREBON - Mukjizat Nabi Muhammad SAW saat anak-anak sangat dirasakan Abu Thalib saat mengasuhnya. Betapa tidak, sang paman kerap menjadikan punggung Nabi sebagai perantara doa. Apa pun doa yang diminta, langsung terkabul saat itu juga. Hal itu banyak dilakukan Abu Thalib, seperti doa minta hujan ketika Makkah dilanda kekeringan.
Wafatnya kakek Nabi Muhammad SAW, Abdul Muthalib memberi duka yang mendalam bagi keluarga Hasyim. Selain itu, juga memberikan dampak politik di Makkah soal sosok penggantinya.
Sebab, banyak sosok dari berbagai klan yang ingin menggantikan posisi Abdul Muthalib sebagai pimpinan Quraisy.
Baca Juga: Ilmuan Yahudi Ungkap Bukti Ilmiah Kebenaran Isra Miraj Nabi Muhammad SAW
Sementara, anak-anak Abdul Muthalib tidak ada yang mampu melanjutkan kepemimpinannya.
Adalah klan dari Umayyah yang berambisi menggantikan posisi Abdul Muthalib. Sejak dulu, Bani Umayyah menginginkan mengganti posisi Abdul Muthalib.
Lantas, siapa sosok estafet pengasuh Baginda Nabi Muhammad SAW di usia anak setelah sang kakek wafat?
Beliau adalah Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW yang merupakan ayah dari Sayyidina Ali.
Abu Thalib adalah putra Abdul Muthalib. Ia ditunjuk sang ayah untuk mengasuh Muhammad SAW yang saat itu berusia 8 tahun.
Abdul Muthalib tidak memilih putra yang lain seperti Abbas yang kaya atau Harist yang tertua karena berbagai macam pertimbangan. Pilihan itu jatuh pada Abu Thalib.
Baca Juga: OJK Siap Menjembatani Pengaju KUR Mendapatkan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Meski Abu Thalib secara ekonomi kurang, namun ia memiliki perasaan halus dan terhormat di kalangan Quraisy.
Tak hanya itu, Abu Thalib juga menyayangi Baginda Nabi Muhammad SAW yang merupakan keponakannya.
Abu Thalib mengenal betul keponakannya itu, mulai dari akhlak, cerdas, berbakti, baik hati, penyayang dan berbagai keunggulan lainnya yang belum pernah ia jumpai pada anak-anak lain pada ummnya.
Baca Juga: Masa Kesedihan Nabi Muhammad SAW saat Kecil, Diabadikan Dalam Surat Ad Dhuha (Kisah Nabi Bagian 16)
Abu Thalib yakin keponakannya itu bukan orang sembarangan. Karenanya, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri.
Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan.Namun demikian, pamannya tidak pernah berutang kepada orang lain.
Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk menafkahi keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain.
Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan kambing, dan mencari rumput.
Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa.
Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya.
Baca Juga: Mungkinkah Bupati Kuningan, H. Acep Purnama Bisa Mencalonkan Lagi? Simak Penjelasan Kabag Tapem
Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru. "Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan".
Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa.
Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di ladang menjadi gembur. Wallahualam Bishowab.(Bersambung)