Hal ini penting untuk mewakili Partai Gelora di kancah Nasional. Harapanya mereka akan membawa gagasan-gagasan segar untuk Indonesia. Sehingga publik tidak bosan melihat wajah lama, yang orangnya itu-itu saja seperti Fahri Hamzah.
Fenomena semacam ini pernah dialami Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kader-kadernya acapkali menjadi narasumber di TV Nasional dan PSI mengklaim mewakili suara anak muda sebagai partai politik anak muda antara tahun 2018-2019. PSI saat itu masih dikomandoi oleh Grace Natalie.
"Namun PSI di Pemilu 2019 itu berakhir tragis dengan hanya memperoleh suara hanya 1,8 persen atau 2,65 juta suara. Seandainya Parliamentary Threshold tahun 2009 diterapkan pada Pemilu 2019, maka PSI pun tidak akan lolos ke Senayan,"paparnya.
Berkaca pada pengalaman itu, Khalid mengingatkan Fahri Hamzah, bahwa Gen Y dan Gen Z lebih memiliki kemampuan dan pengalaman untuk mengorganisir massa secara massif. Terutama dalam memenangkan partai di Pileg tahun 2024 dari balik layar. Mereka akan mengoptimalkan kekuatan dasyat teknologi.
Di antaranya memanfaatkan algoritma search engine, pengaruh media sosial, dan aggregator untuk meminimalisir biaya politik di lapangan. Sekaligus memberikan efek besar bagi partai. Termasuk di daerah daerah seperti di Kabupaten Majalengka, maupun kabupaten dan kota lainnya di Indonesia.
Sehingga jualan parpol dapat laku di pasaran dan diterima rakyat Indonesia. Outcome-nya adalah rakyat akan berbondong-bondong memilih partai tersebut. Dan target perolehan suara sah nasional sebanyak 4 persen tercapai, khususnya partai-partai pendatang baru.
"Malu juga kan jika Partai Gelora yang di dalamnya terdapat dua politisi Nasional berpengalaman dan sudah banyak menikmati asam garam politik di Indonesia ini, malah mengulangi kembali tragedi PSI di Pemilu 2019,"tutupnya.***