KABARCIREBON - Driver Ojek Online kritik keras langkah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang baru mau mengatur regulasi tunjangan hari raya (THR) untuk pekerja dengan status kemitraan.
Mereka heran, seharusnya kebijakan pemberian THR sudah bisa dilaksanakan tahun 2024 ini. Karena, keberadaan ojek online sendiri sudah ada sejak tahun 2010 dan berkembang hingga digandrungi para pencari kerja.
Kritik keras terhadap Menaker Ida Fauziyah disampaikan Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafariel. Mereka menilai pemerintah seolah membiarkan eksploitasi yang berkepanjangan menimpa para pekerja ojek online yang statusnya bersifat kemitraan.
Baca Juga: Cekrek! SWACAM, Fitur Aplikasi Mobile Buat Tau Pemakaian Listrik Lebih Akurat
Jika dicermati, jumlah pekerja ojek online di Indonesia jumlahnya jutaan. Dan mereka bekerja sudah tahunan. Artinya, para pekerja ojek online telah berkontribusi memberikan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan aplikator.
Dengan kondisi seperti itu, sudah sewajarnya perusahaan aplikator memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada para driver online. Dan pemerintah terkesan lepas tangan dengan mudahnya menyebut pekerja berbasis aplikasi online bersifat kemitraan, sehingga tidak termasuk pekerjaan yang wajib mendapatkan THR.
"Saya yakin banyak keluarga pejabat yang juga menikmati jasa pengudi online seperti taksi online dan sejenisnya. Namun, apakah mereka berpikir tentang keadilan terhadap para driver online," tutur Taha Syafariel kepada wartawan di Jakarta, dikutip Kabar Cirebon, Senin, 1 April 2024.
Menurutnya, rentang waktu dari kemunculan transportasi online dengan pembahasan THR bagi pengemudi sangatlah lama. Seharusnya, pembahasan THR dilakukan sejak beberapa tahun lalu.
Ia mengusulkan THR untuk para pengemudi transportasi online bisa dalam bentuk pembebasan potongan pada H-7 lebaran. Karena selama ini, beban potongan dari aplikator cukup besar, hampir 30 persen.