Akademisi dan Advokat Beda Pendapat Soal Dugaan Money Politic di Kadatuan Kuningan, Siapakah yang Benar?

25 Maret 2024, 00:05 WIB
Meski tidak dilanjut lagi kasus dugaan money politic di Desa Kadatuan tetapi antara Advokat, Dadan Somantri Indra Santana dengan Akademisi Uniku, Sarip Hidayat masih saling beda pendapat. /Iyan Irwandi/KC/

KABARCIREBON - Meski Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Kuningan telah memutuskan bahwa kasus dugaan money politic di Desa Kadatuan Kecamatan Garawangi yang videonya sempat viral dan kasus serupa di Daerah Pemilihan (Dapil) 5 tidak dilanjut akibat tidak memenuhi unsur formil dan materil tapi permasalahan tersebut masih menjadi topik hangat di kalangan masyarakat.

Bahkan terjadi pula perbedaan pendapat antara Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Kuningan (FH Uniku), Sarip Hidayat yang sebelumnya telah membeberkan berbagai hal yang menyangkut permasalahan money politic dilihat dari sisi akademisi dengan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Kongres Advokat Indonesia (DPC KAI) Kabupaten Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana.

Pada press realise yang diterima 'KC', Dadan membeberkan berbagai pendangannya. Ia menanggapi pernyataan Dosen Hukum Pidana Uniku di media kabarcirebon.pikiran-rakyat.com, intinya bahwa, yang membedakan money politic di masa tenang dengan saat pencoblosan adalah subjek hukumnya.

Baca Juga: Pandangan Dosen Hukum Pidana Uniku Soal Kasus Dugaan Money Politic di Kadatuan Kuningan

Karena pada masa tenang dibatasi yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pelaksana, peserta Pemilu yang terdiri dari partai politik (Parpol), calon legislatif (Caleg), calon presiden/calon wakil presiden (Capres/Cawapres) serta tim kampanye. Khusus saat pencoblosan, subjek hukumnya semua orang.

Ditambah lagi adanya statment bahwa apabila terlapor bukan tim kampaye yang terdaftar, maka terlapor bukan subjek hukum dalam Undang-Undang Pemilu sehingga kasus money politic di Desa Kadatuan tidak memenuhi syarat formil sesuai Peraturan Bawaslu Nomor : 7 tahun 2022.

"Atas pernyataan tersebut, saya sangatlah tidak setuju dan tidak sependapat sebab sudah jelas sekali bahwa yang membedakan Money Politic pada masa tenang dengan saat pencoblosan adalah waktu terjadinya peristiwa pidana tersebut, bukan dari subjek hukumnya," ujarnya, Senin 25 Maret 2024.

Baca Juga: Kasus Money Politic Harus Lanjut, Gerindra Kuningan Minta Bukti Jika Ada Caleg yang Melaporkan Tim Kampanyenya

Kalau dicermati bunyi Pasal 523 Ayat (1), menyatakan bahwa "Setiap pelaksana, peserta dan/atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung atau pun tidak langsung sebagaimana dimaksud Pasal 280 Ayat (1) huruf j, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000".

Dengan demikian rumusan Pasal 523 Ayat (1) tersebut mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku money politic yang terjadi atau dilakukan pada saat pelaksanaan kampanye Pemilu.

Selanjutnya, bunyi Pasal 523 Ayat (2), menyatakan bahwa "Setiap pelaksana, peserta dan/atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung atau pun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 Ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000".

Baca Juga: Membantah Money Politic ketika Diperiksa Gakkumdu, Caleg Dapil 1 Kuningan Ditantang Sumpah Pocong

Maka rumusan Pasal 523 Ayat (2) tersebut mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku money politic yang terjadi atau yang dilakukan pada masa tenang.

Begitu pula bunyi Pasal 523 Ayat (3), menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu di pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000".

Rumusan tersebut mengatur mengenai ancaman pidana bagi pelaku money politic yang terjadi atau dilakukan pada hari pemungutan suara atau pada hari pencoblosan.

Baca Juga: Bersumpah Tidak Mengenal Terlapor Dugaan Money Politic, Caleg Dapil 1 Kuningan Terbebas Jeratan Hukum

Dari setiap ayat yang ada pada rumusan Pasal 523 telah sangat jelas disebutkan kapan peristiwa dugaan tindak pidana tersebut terjadi. Ada pun kalau berbicara subjek hukum pelaku tindak pidana yang melanggar ketentuan Undang-Undang Pemilu seperti halnya melakukan Money Politic, telah pula tertera pada Pasal 523.

Yakni, pada Ayat (1) dan Ayat (2) disebutkan bahwa subjek hukumnya adalah pelaksana, peserta dan/tim kampanye Pemilu sedangkan pada Ayat 3, subjek hukumnya adalah setiap orang.

Namun harus sama-sama dipahami bahwa yang dimaksud pelaksana pada rumusan Pasal 523 Ayat 1 dan Ayat 2 tersebut adalah pelaksana kampanye Pemilu dan bukan pelaksana Pemilu. Lalu, yang dimaksud peserta adalah peserta kampanye Pemilu, bukan peserta Pemilu.

Baca Juga: Caleg yang Diduga Terlibat Money Politic Diperiksa Gakkumdu Kuningan tapi yang Menyerahkan Uangnya Keluar Kota

Demikian pula yang dimaksud tim karena istilah tim ini berdasarkan ketentuan Pasal 269 Ayat (2) Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017 hanya ada pada kampanye Pilpres sehingga yang dimaksud tim adalah tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pemenggalan kata saat menafsirkan rumusan pasal, haruslah tepat agar sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh undang-undang itu sendiri sehingga tidak multitafsir.

Berikutnya, siapa saja sebenarnya yang dimaksud pelaksana kampanye Pemilu, peserta kampanye Pemilu dan/atau tim kampanye Pemilu yang tertuang pada rumusan Pasal 523 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau pun tertuang di Pasal 278 Ayat (2) serta pada Pasal 280 Ayat (1) Undang Undang Nomor: 7 tahun 2017 tentang Pemilu?.

Sebagaimana tercantum di Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017 itu sendiri, bahwa yang dimaksud pelaksana kampanye Pemilu bagi anggota DPR atau DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota terdiri atas pengurus parpol peserta Pemilu DPR atau DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota, juru kampanye Pemilu, orang-seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu anggota DPR atau DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota. Hal tersebut sesuai dalam Pasal 270 Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017.

Sedangkan pelaksana kampanye Pemilu bagi anggota DPD terdiri atas Calon Anggota DPD, orang-seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu anggota DPD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 271.

Pelaksana kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terdiri atas pengurus parpol atau gabungan parpol pengusul, orang-seorang dan organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal itu sesuai pada Pasal 269 Ayat (1). Ada pun yang dimaksud peserta kampanye Pemilu terdiri dari anggota masyarakat sebagaimana tertuang di Pasal 273 Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017.

Kemudian tim Kampanye Pemilu adalah tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dibentuk oleh pasangan calon secara berjenjang dari tingkat nasional sampai tingkat kelurahan/ desa. Dalam pembentukannya, pasangan calon berkoordinasi dengan parpol atau gabungan parpol pengusung sesuai rumusan Pasal 269 Ayat (2) hingga Ayat (8).

Perlu ia tekankan kembali bahwa pengertian dari kata pelaksana di rumusan Pasal 523 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017 adalah bukan pelaksana Pemilu karena tidak ada istilah tersebut pada regulasi mana pun yang mengatur tentang Pemilu. Melainkan yang ada adalah penyelenggara Pemilu yaitu terdiri dari KPU, Bawaslu dan DKPP.

Dengan demikian, pelaksana yang dimaksud dalam rumusan pasal tersebut adalah pelaksana kampanye Pemilu sebagaimana tertuang di Pasal 269 Ayat (1) Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2017.

Atas dasar paparan di atas dan jika dikaitkan dengan peristiwa dugaan money politic di masa tenang kampanye yang terjadi di Desa Kadatuan, maka menurut pandangannya, subjek hukumnya telah sangat terpenuhi.

Apabila pelaku sebagai pengurus parpol, maka berarti adalah pelaksana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 270 Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017. Dan atau apabila pelaku sebagai anggota masyarakat, maka yang bersangkutan adalah sebagai peserta kampanye Pemilu sesuai Pasal 273 Undang-Undang Nomor: 7 tahun 2017.(Iyan Irwandi/KC) ***

Dapatkan informasi terbaru dan terpopuler dari Kabar Cirebon di Google News 

Editor: Iyan Irwandi

Tags

Terkini

Terpopuler