Lambat laun, lantainya dia keramik karena banyak ular, dengan menyisihkan uang dari hasil menggarap sawah orang lain. Namun semakin berganti tahun kondisi ekonominya berkurang sehingga tak mampu memperbaiki atap yang kondisinya sudah tua.
“Kalau hujan bocor, dari atap belakang masuk hingga menggenangi sebagian ruangan, kamar tidur, dapur dan ruang tengah,” ungkap Nani.
Baca Juga: Hari Ini Pendaftaran Lelang Jabatan Eselon II di Kuningan Dibuka bagi ASN Jabar
Menurut Nani dan Tarman, penghasilan Rp 80.000 per hari terkadang sulit membagi uang, karena harus mengirim uang kepada kedua anaknya yang di pesantren. Anak pertama di Pesantren Magetan, Jawa Timur dan kedua di Pesantren di Sangiang.
“Ketemu minggu harus sudah mengirim uang. Yang di Magetan untuk membeli buku dan kitab dibantu pesantren kata Kyainya yang terpenting hingga lulus berada di sana,” kata Tarman.
Walaupun jadi imam masjid dan ketua DKM, tarman mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan dari manapun. Jabatan tersebut sepenuhnya ibadah.
Diapun mengaku tidak pernah mendapat bantuan PKH, BPNT atau apapun dari pemerintah walaupun memiliki lima anak yang kesemuanya sekolah serta penghasilan yang pas – pasan.
Darto J tokoh pemuda serta tetangganya membenarkan hal tersebut. Menurut mereka seyogyanya Tarman ini mendapat bantuan seperti halnya warga lain yang kondisinya ekonominya sama.
“Ketika orang lain mendapat bansos beras 10 kg per bulan beberapa hari lalu, Pak Ustad ini tidak dapat bantuan. Apalagi PKH, BPNT atau bantuan lain waktu Covid juga tidak dapat apa – apa, padahal kondisi ekonominya dibawah mereka yang dapat bantuan,” kata Darto.