Harga Cabai Lagi Mahal, Petani Majalengka Justru Rugi, Ini Penyebabnya

- 6 November 2023, 16:22 WIB
Petani cabai di Majalengka rugi karena alami gagal panen.*
Petani cabai di Majalengka rugi karena alami gagal panen.* /Kabar Cirebon/Foto Tati Purwati/

KABARCIREBON - Tingginya harga cabai rawit dan cabai merah tidak dirasakan petani di Desa Sukakerta, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka. Karena, hektaran perkebunan cabai di wilayah tersebut rusak akibat kekurangan air serta suhu udara yang tinggi hingga mengakibatkan buah cabe pun kering.

Para petani cabai di Desa Sukakerta, pada musim panen sekarang ini harusnya menikmati keuntungan yang besar. Karena, harga cabai di pasar tradisional mencapai Rp70.000 untuk cabai merah beauty dan cabai rawit hijau, serta cabai rawit merah Rp100.000 per kilogram.

Namun sayangnya, di saat harga tinggi, para petani justru alami gagal panen akibat cuaca yang cukup panas sehingga buahnya layu, hingga mengering tidak bisa dijual karena rusak. Belum lagi serangan tikus yang tinggi.

Baca Juga: Wawancara dengan Pansel Open Bidding Kuningan Jadi Penentu Masuk Tiga Besar Terbaik

“Jadi, cabai berbuah namun sedikit. Selain itu, buah juga pendek kerdil serta sebagian mengering karena cuaca terlalu panas," ungkap Karyadi salah seorang petani yang mengaku menanam cabe seluas 100 bata.

Dia mengaku hanya mampu memanen tiga kali saja sebanyak 5 kwintal. Biasanya, ketika cuaca bagus tidak sepanas sekarang bisa panen hingga beberapa kali dengan panen mencapai 1,5 tonan.

Menurutnya, satu pohon cabai paling berbuah hanya beberapa buah cabai saja. Itupun ukurannya kecil dan lebih banyak bijinya dibanding kulit, dan sebagian besar kering.

Baca Juga: Miris, Warga Majalengka Antre Hanya Untuk Satu Jeriken Air

Hal yang sama diungkapkan petani lainnya Juhadi yang juga menanam seluas 100 bata. Dia menyebut hampir seluruh petani cabai di wilayahnya alami kerugian di saat harga tinggi.

Tahun – tahun sebelumnya para petani di wilayahnya selalu meraup keuntungan tinggi dari tanaman cabai. Uang dari hasil panen cabai bisa dukumpulkan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga karena nilainya besar.

“Biasanya kalau musim kemarau ke wilayah kami banyak bandar yang datang untuk membeli cabai. Hampir di setiap pekarangan rumah, terdapat tumpukan cabai merah hingga berkarung – karung untuk diambil bandar. Sekarang, boro – boro banyak, satu petani dapat dua karung saja sudah bagus,” kata Juhadi.

Baca Juga: Dianggap Membingungkan, Sistem Antrian Disdukcapil di Kota Cirebon Ini Dikeluhkan Pengurus RW

Cabai dari wilayahnya biasa dikirim ke sejumlah pasar induk Jakarta dan Patrol, sebagian pasar tradisional di Majalengka.

“Sabrangna ge garing teu bisa ngajual (Cabenya kering tidak bisa menjual),” ungkap Jugadi.

Meruginya petani cabai dibenarkan Kepala Desa Sukakerta Edi Junaedi, hal ini terjadi akibat serangan hama dan kekeringan. Cabai rusak digigit tikus, sebagian lagi leyu dan kering. Para petani yang biasanya meraup keuntungan hingga belasan juta rupiah dari hasil panennya kini malah merugi.

“Dari luas tanam 200 bata biasa diperoleh mencapai Rp 15.000.000 sekarang bekas modal tanam saja tidak akan tertutupi. Ada yang hanya memperoleh uang Rp 5.000.000 hingga Rp 6.000.000, itu kan modal juga bisa sampe segitu,” ungkap Edi Junaedi.

Baca Juga: Musim Kemarau Berganti Hujan, Sampah Plastik Numpuk di Saluran Air

Namun walaupun merugi, menurut Edi, petani tidak pernah kapok untuk kembali menanam karena berharap dari tanaman berikutnya bisa untung. Di samping bagi petani di wilayahnya tidak ada pencaharian lain selain bercocok tanam padi, cabai dan semangka.

“Yang bertani semangka juga sekarang sama keuntungannya tidak besar, hanya kalau tanam semangka masih terbilang untung makanya banyak petani yang menyesal tidak memilih tanam semangka di tahun ini,” ungkap Kepala Desa Edi.(Tati Purwati/Kabar Cirebon)***

Editor: Muhammad Alif Santosa

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah