“Lagunya soalwatan saja tidak ada yang lain,” ungkap Iwan Abe.
Grup genjring Al Mubin dipimpin Ust Qusyaeri yang juga Ketua DKM setempat, personilnya antara lain Ust Ibrohim, H Alex.
Menurut mereka untuk mapag pengantin ini tidak pernah memasang tarif, namun pemilik hajat memberikan uang seiklasnya, ada yang Rp 300.000, ada juga yang mencapai Rp 500.000. Uang tersebut tidak pernah diedarkan namun menjadi uang kas yang pemanfaatannya untuk menganti atau memperbaiki genjring atau membeli seragam jika seragam sudah subur.
“Ini hanya untuk mempertahankan tradisi yang kami jaga dari warisan karuhun kami dulu. Kebetulan juga di wilayah kami masyarakatnya masih bersedia mempertahankan budaya ini, mapag pengantin dengan genjring,” ungkap Qusyaeri.
Selain itu sering juga diminta masyarakat untuk mengiringi kegiatan keagamaan seperti aqiqah, sholawatan dan marhabaan pada acara – acara peringatan hari besar Islam.
“Personilnya semua sudah tua, tidak ada anak muda, mereka mungkin belum siap belajar, mereka tentu lebih menyukai alat musik modern. Tapi meski banyak anak muda dan lebih menyukai musik modern, kalau mapag pengantin tetap dengan genring,” ungkap Qusyaeri.
Hanya diapun tak mengetahui entah sampai kapan kesenian genjring yang kini dilakoni bersama sahabat - sahabatnya akan bertahan.