Sejarah Perjuangan La Oenroe Sinrang, Pahlawan Taliwang Sumbawa yang Wafat di Cirebon

7 Februari 2023, 22:02 WIB
Makam La Oenroe Sinrang tokoh pejuang Taliwang Sumbawa yang dibuang ke Kota Cirebon pada tahun 1908 yang awalnya hancur terbengkalai selesai dibersihkan dan dirapihkan dengan dipasang Maesan (batu nisan). /Muhammad Alif Santosa/Kabar Cirebon/

KABARCIREBON - La Onroe Sinrang alias Dea Mas Unru alias Dea Mas Manurung adalah Bangsawan Sumbawa yang menjabat Enti Desa Taliwang, Wakil Sultan Sumbawa yang diberi kuasa memerintah daerah Taliwang.

Setelah Belanda berhasil memadamkan perlawanan di Bima, Belanda berkehendak menaklukan dan menguasai wilayah Kasultanan Sumbawa.

Kedatangan Belanda untuk menguasai Taliwang ditolak oleh La Oenroe Sinrang dengan melakukan perlawanan bersenjata dan membangkang perintah Sultan Sumbawa yang telah lemah dipengaruhi Belanda.

Baca Juga: Mengenal Mbah Kuwu Cirebon, Lahir dengan Nama Walangsungsang Populer dengan Sebutan Cakrabuana

Oenroe memilih berjuang mengangkat senjata melawan Belanda mempertahankan Taliwang, membela kehormatan bangsa dan tanah airnya.

Akibatnya, perang berkobar di Kampung Sepagaran (Sapugara) dan Brang Poto,
Kampung Sapugara dibumihanguskan oleh Belanda.

Korban berjatuhan di antara kedua pihak tentara Belanda dan lasykar Oenroe, Baso Busing panglima lasykar Oenroe gugur dalam mempertahankan Sapugara.

Baca Juga: Mengenal Tugu Pahlawan Majalengka, Simbol Perlawanan Rakyat Mengusir Kaum Penjajah

Oenroe beserta keluarga dan laskarnya mundur menuju Rarak. Tentara Belanda terus memburu menangkap Oendroe yang bergerilya, pengadangan dan penyerangan tentara Belanda dilakukan laskar Oendroe di Paruak Marsose dan Tereng Tali.

Setelah beberapa bulan lamanya, upaya Belanda untuk memburu dan menangkap Oenroe, akhirnya menemukan dan menyerang tempat perlindungan Oenroe di Goa Gunung Rungis.

Dalam penyerangan tersebut, Oenroe berhasil meloloskan diri. Namun, Belanda menangkap keluarga Oenroe yang berada dalam goa sebagai tawanan.

Baca Juga: Situasi Jazirah Arab dan Suku Badui Sebelum Nabi Muhammad SAW Diutus, Inilah Kondisinya (Kisah Nabi Bagian 1)

Untuk menekan perlawanan rakyat Taliwang yang lebih besar, Belanda menangkapi para pemimpin dan bangsawan Taliwang yang dicurigai.

La Oenroe Sinrang dan laskarnya mengobarkan perlawanan tanpa kenal menyerah, hingga pada akhirnya di Bakat Monte, Oenroe dan laskarnya terkepung pasukan Belanda.

Setelah empat hari empat malam dalam kepungan, dalam kondisi fisik yang lemah karena kurang makan dan minum, Oenroe dan laskarnya ditangkap dan ditawan Belanda.

Baca Juga: Rumah Adat Panjalin di Majalengka, Jadi Saksi Bisu Penyebaran Islam & Perang Ki Bagus Rangin Melawan Belanda

La Oenroe Sinrang sebagai tawanan perang dibawa ke Makasar (Ujung Pandang).

Dengan Gouvernements Besluit (Surat Keputusan Pemerintah) Hindia Belanda tanggal 14 September 1908 No. 8, La Oenroe Sinrang Enti Desa Taliwang (Sumbawa) beserta kedua istrinya yang bernama Sitti dan Tjampoe, tiga orang putra dan dua orang putrinya pada bulan Oktober 1908 diasingkan di Kota Cirebon.

Di tanah pembuangan Kota Cirebon untuk menafkahi keluarganya, La Oenroe Sinrang menerima tunjangan bulanan sebesar f. 50. (limapuluh gulden), menjalani dan hidup dalam keadaan miskin.

Baca Juga: Diprotes, Benda Kerep Cirebon Tidak Masuk Daftar Pondok Pesantren Tua Versi PBNU

Kadang kadang dia menerima uang dari Sumbawa sebagai hasil dari tanahnya yang besarnya hanya beberapa ratus gulden saja.

Menurut sebuah sumber dikabarkan, selama dalam pengasingan di Kota Cirebon, La Oenroe Sinrang menikahi Ratu Siti Sawiyah putri dari Pangeran Martabrata agar mendapat keturunan dari Jawa.

Namun sayang, Ratu Siti Sawiyah berumur singkat, meninggal dunia sebelum memberikan keturunan.

Baca Juga: Perbedaan Kalender Tahun Masehi dan Hijriah, Matahari dan Bulan Jadi Patokan, Begini Cara Menghitungnya

Pada tanggal 10 April 1922 La Oenroe Sinrang, Pahlawan Taliwang Sumbawa yang
gagah berani pantang menyerah berjuang menentang penjajahan Belanda yang ingin
menguasai Sumbawa wafat di Kota Cirebon jauh dari tanah kelahirannya.

Jasadnya dikebumikan di kompleks pemakaman Jabang Bayi Kesambi Kota Cirebon. Jandanya meminta agar dia dan anak-anaknya kembali ke Sumbawa atas biaya negara. Disarikan dari tulisan Sejarawan Cirebon, Mustaqim Asteja.***

Editor: Muhammad Alif Santosa

Sumber: Kendi Pertula

Tags

Terkini

Terpopuler