Polemik Lahan Eks Lapang Bola Sicalung Cirebon, Sebetulnya Punya Siapa? Ini Kata Ahli Waris

20 Agustus 2023, 19:53 WIB
Ahli waris lahan eks lapang bola Sicalung, Kota Cirebon, memperlihatkan bukti kepemilikan lahan tersebut. /Iskandar Kabar Cirebon /

KABARCIREBON - Ahli waris lahan eks lapangan bola Sicalung akan melakukan pemblokiran sertifikat tanah yang terletak di Jalan Evakuasi, Kota Cirebon tersebut. Pemblokiran sertifikat ini diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.

"Pemblokiran ini dilakukan agar tidak ada pihak manapun yang bisa mensertifikatkan lahan yang secara sah milik kami," tutur Markus, salah satu ahli waris.

Lahan eks lapangan bola seluas 11.500 meter persegi tersebut sempat menuai polemik beberapa tahun lalu. Di mana terjadi saling gugat menggugat antara Pemerintah Daerah Kota Cirebon yang ingin membebaskan lahan tersebut dan pihak ketiga yaitu seseorang bernama Subekti yang ingin melakukan hak garap di tanah ini.

Baca Juga: Anak-anak di Desa Sarajaya Kabupaten Cirebon Ini Histeris, Ada Apa?

Pemda Kota Cirebon disebut-sebut telah mengeluarkan anggaran hingga Rp 10 miliar untuk membebaskan lahan ini pada tahun 2015, tapi urung terlaksana.

Saat ini, aset lahan tersebut masih dikuasai oleh para ahli waris pemilik yang sah, dan dokumen serta berkas kepemilikan yang diakui BPN pun masih mereka pegang.

Markus menambahkan, bahwa lahan tersebut beralih fungsi menjadi lapangan bola pada tahun 1973, di mana tadinya adalah sawah produktif.

Baca Juga: Ini 20 Alamat Pedagang Bakso yang Ngetop di Gayamsari, Ada Pilihan Bakso Kencung, Bakso Mujur, dan Bakso Kakap

Karena merupakan fasilitas umum, pada 2005, Pemda juga memberikan bantuan untuk sarana lapangan bola untuk saluran air senilai Rp 25 juta, kemudian saat itu pihak ketiga datang mengiming-imingi para pemilik.

Dijelaskan Markus, pada tahun 2015, Pemda Kota Cirebon mengeluarkan anggaran fantastis yang peruntukannya adalah untuk pembebasan lahan tersebut.

Tak tanggung-tanggung, melalui APBN, anggaran tersebut digelontorkan senilai Rp 10.664.000.000, namun para pemilik sama sekali tidak menerima dana untuk pembebasan lahan tersebut.

Baca Juga: Diduga Ngantuk, Mobil Kadisdikbud Kuningan Nabrak dan Korban Alami Patah Tulang Kaki

"Karena ini lapang bola, 2015 Pemkot Cirebon mengajukan pembebasan lahan, nilainya 10 miliar, uang sudah turun, tapi lahan ini tidak bisa didaftarkan sebagai aset daerah, kami juga tidak tahu menahu soal pembebasan lahan ini, jadi uangnya kemana?" ujarnya.

Kemudian, pihak ketiga pun tak puas, dan sempat menggugat BPN dan wali kota karena sertifikasi yang diajukan pihak ketiga yaitu Subekti tak diproses oleh BPN, dan saat ini pihak ahli waris akan melakukan pemblokiran, sehingga tidak ada pihak manapun yang bisa mensertifikatkan lahan yang secara hukum masih milik mereka tersebut.

"Subekti menggugat BPN dan wali kota, karena proses sertifikasi yang ia ajukan tidak bisa diproses. Sebetulnya kami ahli waris tidak ada masalah, tidak ada gugatan ke kami, artinya, semua mengakui bahwa lahan ini masih sah milik kami, kami masih kuasai lahannya, tapi kenapa di luaran ini jadi persoalan, Pemkot dan pihak ketiga, silahkan itu bukan urusan kami, kalaupun mau dijual, kami bisa jual sendiri tanpa pihak ketiga, jadi jangan klaim tanah kami," tegas Markus. 

Baca Juga: Ketua SPS: Pemerintah Harus Hadir Selamatkan Industri Pers

Suganda Saputra, aalah satu ahli waris pemilik lahan lainnya menceritakan kronologis dari kisruh yang sampai saat ini ramai di luaran, yaitu saling gugat antara Pemkot dan pihak ketiga tersebut.

Suganda menceritakan, bahwa satu hamparan lahan yang merupakan eks lapangan bola di pinggir jalan Evakuasi tersebut adalah milik empat orang yang bukti kepemilikannya berupa Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria nomor 94/ C/ VIII/ K. 24/ 1964, atau Sertifikat Hak Milik (SHM) pada masanya, dan itu sudah dibenarkan, dan diakui oleh BPN.

Empat orang pemilik, adalah SK atas nama Kadrawi, atas nama Nasim, atas nama Salman dan atas nama Raswan, keempatnya sudah meninggal dunia, saat ini tanah tersebut diwariskan ke ahli waris empat orang tersebut. Suganda sendiri merupakan cucu dari Kadrawi, sementara Markus merupakan anak dari Nasim.

Baca Juga: Sama-sama Hadir, Astra Group Cirebon Beri Dukunganya pada Perayaan HUT ke 78 RI Masyarakat wilayah Cirebon

Kisruh yang sampai saat ini masih bergulir, menurut Suganda, berawal dari tahun 2005, di mana saat masih berbentuk lapangan bola waktu itu, ahli waris bertemu dengan pihak ketiga yaitu Subekti dan Budi Mahmud, dan saat itu menawarkan untuk hak pindah garap, dengan diiming-imingi uang sejumlah Rp 50 juta waktu itu, untuk masing-masing pemilik dari empat pemilik yang ada.

"Tahun 2005 itu jadi sempat mau direkayasa menjadi hak pindah garap," ungkap Suganda.

Namun belakangan, pihak keluarga pemilik mencium gelagat mencurigakan dari pihak ketiga tersebut, di mana satu hamparan lahan seluas 11.500 meter persegi tersebut ternyata diajukan ke BPN untuk disertifikatkan tanpa sepengetahuan ahli waris.

Baca Juga: Sama-sama Hadir, Astra Group Cirebon Beri Dukunganya pada Perayaan HUT ke 78 RI Masyarakat wilayah Cirebon

"Tapi BPN membalas, bahwa tanah belum bisa diproses karena ada hak ahli waris. BPN menanyakan ke Subekti, sudah selesai belum dengan ahli waris, ternyata belum selesai. Para ahli waris hanya diberikan uang kerohiman per pemilik Rp 50 juta, itu bukan jual beli namanya," jelas Suganda.(Fanny)

Editor: Fanny Crisna Matahari

Tags

Terkini

Terpopuler