Dijelaskan Saerah, saat usianya 20 tahun atau pada 1995, Safitri pernah bekerja sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di Brunei Darussalam.
Baca Juga: Desa Awan, Ambulu Jadi Lokasi Tujuan Wisatawan
Karena kecantikannya, anak majikan tempatnya bekerja jatuh cinta dan ingin menikahinya. Namun, Safitri menolaknya karena merasa ada perbedaan status dan kekayaan.
Lalu Safitri pulang dan sejak saat itu suka menangis sendiri terkadang tertawa sendiri. Melihat itu, keluarga berusaha mengobati Safitri hingga akhirnya berhasil sembuh.
Lalu Safitri usaha warung sembako dan berjualan pakaian menggunakan uangnya sendiri. "Dia kemudian menikah dengan pemuda sini. Namun pernikahannya kandas di tengah jalan, keduanya bercerai tidak memiliki keturunan, " tutur Saerah.
Baca Juga: Alhamdulillah Kuota Jemaah Haji Bertambah
Sejak saat itu, Safitri sakit lagi (depresi). "Keluarga berusaha kembali mengobati Safitri baik secara medis di rumah sakit jiwa maupun pengobatan non medis. Namun, tidak membuahkan hasil hingga akhirnya Safitri dirawat sendiri oleh ibu kandungnya di rumah itu, " papar Saerah
Dikatakannya lagi, ibunya meninggal dunia pada 2015, hingga Saerah yang menggantikan peran mengurus adiknya itu. Bersamaan dengan Saerah merawat tujuh orang anak kandungnya.
"Saya ikhlas mengurus adik saya ini. Saya hanya ingin segera sembuh seperti dulu," harap Saerah.
Baca Juga: Triwulan Pertama, Barjas Setda Kabupaten Siap Lelang, Ini Dokumen yang Harus Dilengkapi