Di Majalengka, Tiga Orang Jepang Ini Merasa Kagum Akan Kultur dan Pelestarian Tradisi Leluhur Blok Keputren

- 13 Agustus 2023, 22:33 WIB
WARGA Blok Kaputren,Desa Putridalem, Kabupaten Majalengka tengah berdialog dengan pemuda Jepang yang sengaja datang karena tertarik dengan kultur, budaya serta tradisi yang masih dipertahankan warga setempat, Sabtu (12/8/2023)
WARGA Blok Kaputren,Desa Putridalem, Kabupaten Majalengka tengah berdialog dengan pemuda Jepang yang sengaja datang karena tertarik dengan kultur, budaya serta tradisi yang masih dipertahankan warga setempat, Sabtu (12/8/2023) /Foto/Tati/KC/

KABARCIREBON - Masyarakat yang berada di Blok Kaputren, Desa Putridalem, Kabupaten Majalengka kedatangan tiga warga Jepang pada Sabtu, 12 Agustus 2023.

Kedatangan dari tiga warga Jepang yang rata-ratanya berusia masih remaja itu, mereka begitu tertarik dengan kultur dan budaya masyarakat di blok setempat yang masih mempertahankan kultur, kebersamaan serta sejumlah tradisi leluhurnya.

Ketiga pemuda Jepang ini sengaja datang ke Blok Kaputren dan menginap di rumah Direktur Bambu Merdeka, Yahya Sunarya, yang juga sebagai Ketua Blok, untuk menggali informasi yang mereka peroleh dari media.

Baca Juga: Menggugah Derita Kang Jaenuri, Yayasan Sosial di Cirebon Ini Galang Dana untuk Penderita Tumor Testis

"Saya tiba-tiba ada yang menghubungi, katanya ada orang Jepang mau datang, saya-nya engsrong wae (silahkan saja)," ungkap Yahya yang mengaku kerap didatangi sejumlah seniman dari luar negeri.

Ketiga pemuda asal Jepang tersebut adalah Aiko Hashizume (37 tahun), Aki Iwaya (35 tahun) dan Kouryou (35 tahun) yang sengaja datang dari Jepang pada Sabtu, 12 Agustus 2023 sore hari.

Ketiganya menginap dan hampir semalaman bercengkrama dengan warga Blok Kaputren yang kebetulan banyak pemuda yang bekerja di Jepang, sehingga hal itu dimanfaatkan oleh orang tuanya untuk berdialog dengan ketiga warga Jepang tersebut sekaligus menitipkan anaknya jika mengalami kesulitan di Jepang.

Baca Juga: Bambang Hermanto Sambut Baik Partai Golkar Bergabung dengan Gerindra

Aiko Hashizume yang sedikit paham berbahasa Indonesia karena pernah pengajar di sebuah SMA di Bandung mengungkapkan ketertarikannya mendatangi Blok Kaputren dari media sosial juga media online.

Dia mengagumi bagaimana Pemerintah Indonesia memberikan dukungan terhadap masyarakat serta tradisi dan industri kreatif. Selain itu, Pemerintah Indonesia memberikan kebebasan berpendapat bagi masyarakatnya.

Sehingga tradisi leluhur masih tetap hidup di masyarakat, seperti halnya babarit (hajat ngayun saat bayi baru lahir), mipit (upacara jelang panen), munjung (berdoa jelang musim tanam), ngaruat, nyusuk lembur, sedekah bumi dan sebagainya.

Baca Juga: Sembari Nunggu Jabar Masagi, Puluhan Guru SMAN Cirebon Ini Nikmati Pemandangan Alam dan Ikut Lomba Mancing

Ketika bicara soal tradisi lainnya seperti lamaran, tunangan bagi yang akan melangsungkan pernihakan, sudah tidak ada lagi.

Selain itu, komunikasi dan silaturahmi antar tetangga masih terjaga, saling memberi dan mengasihi, bahkan masih bisa berkumpul berdialog di area terbuka tanpa harus ada izin atau membeli tiket khusus kepada pihak panitia penyelenggara.

Angka kelahiran juga tidak seketat di Jepang, karena di Indonesia masih banyak yang memiliki anak lebih dari dua orang, sedangkan di negaranya angka kelahiran sangat dibatasi maksimal dua karena biaya hidup yang tinggi, sehingga menjaga jangan sampai anak menjadi telantar.

Baca Juga: Kuasa Hukum PGH Minta Aktor Intelektual di Kasus Laporan Kehilangan STNK Ditangkap

“Di negara kami di Jepang tingkat kelahiran sedikit, sebab di Jepang biaya hidup besar walapupun sudah dibantu Pemerintah,” ungkap Aiko yang pada tahun 2018 pernah mengajar di sebuah SMA di Bandung.

Aki Iwaya menyebutkan, di Jepang sebetulnya masih ada beberapa tradisi leluhur yang kini masih dijalani, namun hanya di lakukan di daerah–daerah tertentu.

Berkumpul orang dalam jumlah banyak hanya dilakukan di gedung, itu pun harus bayar.

Baca Juga: Road to West Java Festival 2023 Ngaruntuy Seni di CFD Taman Kota Kuningan, Wagub Uu Terpukau

Pemerintah tidak memberikan dukungan material bagi kegiatan semacam itu, hanya panitia penyelenggara bisa memperoleh uang banyak dari tiket yang dijualnya untuk sebuah kegiatan yang mengumpulkan massa.

“Berkumpul, berdialog seperti ini sudah tidak ada, adanya di gedung dan harus bayar,” katanya.

Mereka juga mengagumi Pemerintah Indonesia yang memberikan kebebasan berpendapat bagi masyarakatnya tanpa kekangan apa pun.

Baca Juga: Menilik Desa Mulajaya, Karawang: Alasan dan Ketidaktahuan dari Sebagian Besar Warganya Kecanduan Narkoba

Kehidupan masyarakat di Jepang katanya sudah individualistis, hingga dengan tetangga pun nyaris tak pernah berkomunikasi bahkan ada yang tidak saling mengenal.

Karena masyarakatnya pergi pagi pulang malam untuk bekerja.

“Di kami pada 10 tahun ke depan akan banyak rumah kosong karena tidak ada penghuninya,” ungkap Aki Iwaya yang mengagumi rumah–rumah penduduk di Kaputren dengan ukuran besar–besar.

Baca Juga: Ini 20 Alamat Pedagang Bakso yang Populer di Pamanukan Subang, Bakso Victoria dan Bakso Yaumy Memang Enak

Acara dialog dan ngobrol bersama orang Jepang ini menurut Yahya dimanfaatkan masyarakatnya untuk menitipkan keluarganya yang berada di Jepang.

Kebetulan lebih dari 10 orang pemuda Blok Kaputren tengah bekerja di Jepang.

Aiko Hashizume, Aki Iwaya dan Kouryou berjanji jika pemuda Kaputren mendapatkan kesulitan di Jepang bisa menghubunginya, kebetulan daerah tempat bekerjanya dekat dengan tempat tinggalnya.

Baca Juga: Persembahan Prokopim dalam Mempromosikan Kabupaten Cirebon, Film Siska The Movie Tayang di XXI CSB Mall

Komunikasi pada acara dialog tersebut disampaikan 3 penerjemah asal Blok Kaputren yang ketiganya baru tiba beberapa pekan dari Jepang setelah habis masa kontrak kerjanya selama 4 tahun.(Tati/KC).***

Dapatkan informasi terbaru dan populer Kabar Cirebon di Google News.
 

Editor: Epih Pahlapi

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah