Dalam penyerangan tersebut, Oenroe berhasil meloloskan diri. Namun, Belanda menangkap keluarga Oenroe yang berada dalam goa sebagai tawanan.
Untuk menekan perlawanan rakyat Taliwang yang lebih besar, Belanda menangkapi para pemimpin dan bangsawan Taliwang yang dicurigai.
La Oenroe Sinrang dan laskarnya mengobarkan perlawanan tanpa kenal menyerah, hingga pada akhirnya di Bakat Monte, Oenroe dan laskarnya terkepung pasukan Belanda.
Setelah empat hari empat malam dalam kepungan, dalam kondisi fisik yang lemah karena kurang makan dan minum, Oenroe dan laskarnya ditangkap dan ditawan Belanda.
La Oenroe Sinrang sebagai tawanan perang dibawa ke Makasar (Ujung Pandang).
Dengan Gouvernements Besluit (Surat Keputusan Pemerintah) Hindia Belanda tanggal 14 September 1908 No. 8, La Oenroe Sinrang Enti Desa Taliwang (Sumbawa) beserta kedua istrinya yang bernama Sitti dan Tjampoe, tiga orang putra dan dua orang putrinya pada bulan Oktober 1908 diasingkan di Kota Cirebon.
Di tanah pembuangan Kota Cirebon untuk menafkahi keluarganya, La Oenroe Sinrang menerima tunjangan bulanan sebesar f. 50. (limapuluh gulden), menjalani dan hidup dalam keadaan miskin.
Baca Juga: Diprotes, Benda Kerep Cirebon Tidak Masuk Daftar Pondok Pesantren Tua Versi PBNU