Ketua MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan mengutarakan masalah buruh di Yogyakarta bahwasannya sudah disampaikan sejak 2017 ke DPRD setempat. “Bahkan, sudah terkonfimasi kepada Sultan,” ungkapnya.
Baca Juga: UMY Makin Mendunia, THE Impact Rankings Akui Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Kelas Dunia
Namun, sudah lebih dari lima tahun belum ada progres terkait tuntutan buruh Yogyakarta tersebut, terutama masalah upah minimum tidak bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh, apalagi untuk buruh bisa membangun rumah hingga memenuhi pendidikan keluarganya.
“UMP Jogja Rp2,1 juta tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan terutama perumahan buruh. Dan, bukan diberi fasilitas rumah susun, tapi buruh menuntut pemenuhan rumah layak huni, paling tidak rumah susun hak milik, dengan sistem angsuran yang kemudian bisa dimiliki,” tandas Irsyad.
Baca Juga: Legenda Sensei Omita Olga Ompi Sebut UKM Karate UPN Veteran Yogyakarta Menginspirasi Kampus Lain
“Serta, kami mengusulkan agar adanya program koperasi bagi buruh, atau diperkuat guna mengoptimalkan unit usaha untuk buruh bisa mendapatkan penghasilan di luar upah semata,” sambungnya.
“Baru-baru ini, terkait masalah RUU kesehatan, adanya pasal yang memungkinkan biaya nakes dikurangi dari sumber anggaran pemerintah, RUU kesehatan harus langsung di bawah presiden,” imbuhnya lagi.
Baca Juga: KJI 2023 UMY Bongkar Penyebab Sekaligus Mencari Solusi Ketahanan Jembatan di Indonesia
Kemudian, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Kirnadi, menyuarakan tuntutan agar UU Cipta Kerja secepatnya dicabut pada gugatan kedua di Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedang berlangsung.
Ketua KSPSI DIY pun senada dengan apa ungkap Ketua MPBI DIY, bahwa sudah bersurat sejak lama kepada pihak Disnaker terkait kegelisahan kaum buruh di Yogyakarta mengalami kesenjangan sosial terkait masalah perlindungan, terutama upah yang sangat rendah.