Sejatinya bahwa pendidikan nilai pada lingkup masyarakat menempati posisi yang istimewa. Betapa pentingnya pendidikan nilai sehingga daya upaya yang dimiliki oleh masyarakat digunakan sepenuhnya. Realita seperti itu merupakan jawaban dari keresahan yang diakibatkan oleh makin tidak terbendungnya arus informasi dari kemajuan ilmu, pengetahuan dan teknologi. Kearifan lokal dari setiap lokus telah lama mempersiapkan pola yang sempurna sehingga terus menerus dilakukan dan dipertahankan.
Transmisi nilai pada persfektif pemikiran masyarakat tradisional bukan perkara yang sepele. Argumentasi yang digunakan adalah bahwa nilai itu sendiri merupakan daya dorong bagi setiap individu untuk melakukan tindakan. Baik-buruknya prilaku seseorang sangat ditentukan oleh pemahaman dan kesadaran nilai yang dimilikinya. Jika kemudian kesadaran nilai tergerus oleh arus kemajuan teknologi, maka akan memunculkan beragam tindakan yang bisa dikatagorikan sebagai patologi sosial. Mimpi buruk seperti itulah yang lama menghantui masyarakatnya.
Fenomena keresahan seperti itu baru dirasakan oleh sistem pendidikan nasional kita tidak lebih dari satu dasawarsa ke belakang sampai dengan sekarang. Sistem pendidikan nasional dipandang tidak berdaya dalam mengembangkan asfek afeksi dari peserta didik. Sehingga dengan demikian pendidikan formal menjadi penyumbang terjadinya penyimpangan sosial. Ironisnya adalah pada sebagian orang masih bersikukuh untuk mengukur kualitas pendidikan dengan menggunakan standar yang dimiliki oleh organisasi dari luar negeri.
Pada tataran ini yang sebenarnya perlu diperhatikan adalah upaya membangun afeksi dari peserta didik. Upaya ini tidak bisa terlepas dari lingkungan budaya masyarakatnya. Jika tidak memperhatikan hal ini, maka nilai-nilai yang harus diwariskan hanya akan menjadi tumpukan jargon yang menempel di spanduk dan tembok sekolah. Budaya masyarakat harus menjadi muatan dari upaya meningkatkan afeksi peserta didik. Untuk menjadi manusia baik sebagai cita ideal, budaya masyarakat kita justru telah merumuskannya sejak lama. Oleh karena itu kecerdasan dari kearifan lokal harus menjadi referensi dalam merumuskan muatan pendidikan nilai di negeri ini.
Belajar dari Masyarakat Trusmi Cirebon