Latar budaya masyarakat Trusmi merupakan lokus yang tidak bisa terpisahkan dari proses keberlangsungan pendidikan nilai. Berdasarkan posisi geo-budayanya, budaya masyarakat Trusmi tidak berbeda dengan budaya Cirebon pada umumnya. Tetapi yang menarik dari budaya masyarakat Trusmi adalah kesetiaaanya terhadap adat istiadat sebagai warisan dari leluhurnya. Oleh karena itu beragam tindakan yang mereka sebut dengan slametan merupakan wujud pengakuan terhadap eksistensi budayanya. Mengingkari slametan sama halnya dengan meruntuhkan jati diri budayanya, karena di dalam slametan terdapat banyak kandungan nilai yang mengajarkan tingkah laku sesuai dengan cita ideal masyarakatnya.
Keberlangsungan slametan bagi masyarakat Trusmi tidak hanya sekedar untuk memahami nilai yang ada di dalamnya, tetapi lebih dari itu mereka melakukannya sebagai bakti kepada Mbah Buyut Trusmi. Tokoh ini selalu menjadi orientasi bagi masyarakat Trusmi untuk berbuat melaksanakan adat tradisi masyarakatnya. Sikap fanatis ini berperan sebagai pengikat atau kontrol bagi masyarakatnya. Hal ini dilakukan dengan argumentasi bahwa dari tokoh inilah masyarakat Trusmi belajar dan memeluk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, segala aktivitas slametan yang dilakukan oleh masyarakat Trusmi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Keberanekaragaman slametan sebagai bentuk aktivitas budaya masyarakat Trusmi dapat digolongkan menjadi dua bagian besar. Penggolongan ini lebih didasari oleh ruang lingkup dan kepentingannya. Ada kelompok slametan yang dilakukan pada lingkup keluarga. Selametan oleh keluarga batih di Trusmi ini dilakukan untuk slametan yang berhubungan dengan siklus kehidupan manusia dari pra lahir sampai meninggal. Beberapa contoh dapat disebutkan seperti ngupati, mitui, nglolosi, mapag dan lainnya. Pada sisi ini kita bisa melihat kesungguhan masyarakat dalam membangun generasi masa depan. Di samping itu pula ada juga slametan yang dikaitkan dengan bulan-bulan yang dianggap penting dalam kalender hijriah, seperti Bulan Muharam, atau Suro, Sapar, Ruwa, dan Maulud.
Membangun Harmoni
Sementara slametan dalam skala besar dilakukan oleh masyarakat Trusmi di Kompleks Kramat Buyut Trusmi dengan Jenis ritusnya berupa Memayu dan Buko Sirap. Slametan ini bisa dinamakan pula oleh masyarakatnya dengan sebutan sedekah bumi. Oleh karena itu slametan ini dilakukan dalam rangka membangun harmoni antara manusia dan alam. Harapan utama dari terselenggaranya ritus tersebut adalah memohon kepada Allah untuk diturunkannya hujan. Kedua bentuk slametan ini esensinya bermuara memohon keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Wujud konkritnya adalah berupa pemberian sodakoh yang dalam konteks slametan masyarakat Trusmi dikenal dengan sebutan berkat.