Setelah itu, kuburannya ditutup ranggap atau penutup ayam, saat malam hari dinyalakan lentera. Orang tua menyebut agar tidak rabun.
Prosesi ngayun sendiri diawali oleh bidan menggendong bayi ke luar tumah sambil membawa biji – bijian, biasanya biji cabai, kacang, atau jenis lainnya.
Saat bidan keluar pintu diikuti oleh orang tua bayi sambil membawa beras dicampur uang logam dan uang kertas serta permen dan gula.
Begitu ke pekarangan, bidan yang membawa bayi langsung menanam biji tersebut di lahan pearangan atau bisa juga di pot yang telah disiapkan sebelumnya jika pekarangannya sempit.
Penanaman biji sebagai simbol agar kelak setelah desawa bisa bekerja keras mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya.
Usai menanam biji – bijian, bidan kemudian berdiri di hadapan para tetangga yang sudah berkumpul di halaman rumah, untuk mendengarkan pengumuman nama bayu yang digendongnya.
Setelah itu, bidan dan kedua orang tua bayi nyawer dengan beras, logam dan uang kertas serta permen yang diperebutkan para tetangga.
“Prosesi saweran ini simbul berbagi terhadap sesama. Diharapkan kelak saat tumbuh dewasa, akan menjadi manusia yang dermawan , peduli terhadap lingkungan,” kata Daryem paraji di Blok Muara, Desa Wanasalam.