Kisruh yang sampai saat ini masih bergulir, menurut Suganda, berawal dari tahun 2005, di mana saat masih berbentuk lapangan bola waktu itu, ahli waris bertemu dengan pihak ketiga yaitu Subekti dan Budi Mahmud, dan saat itu menawarkan untuk hak pindah garap, dengan diiming-imingi uang sejumlah Rp 50 juta waktu itu, untuk masing-masing pemilik dari empat pemilik yang ada.
"Tahun 2005 itu jadi sempat mau direkayasa menjadi hak pindah garap," ungkap Suganda.
Namun belakangan, pihak keluarga pemilik mencium gelagat mencurigakan dari pihak ketiga tersebut, di mana satu hamparan lahan seluas 11.500 meter persegi tersebut ternyata diajukan ke BPN untuk disertifikatkan tanpa sepengetahuan ahli waris.
"Tapi BPN membalas, bahwa tanah belum bisa diproses karena ada hak ahli waris. BPN menanyakan ke Subekti, sudah selesai belum dengan ahli waris, ternyata belum selesai. Para ahli waris hanya diberikan uang kerohiman per pemilik Rp 50 juta, itu bukan jual beli namanya," jelas Suganda.(Fanny)